Hari ini, tujuan tur kami adalah Gili Trawangan. Pagi-pagi sekali, sekitar jam setengah 5, aku dibangunkan oleh resepsionis hotel yang mengantar makanan untuk sahur. Aku memesan semacam sandwich. Setelah sahur, aku mandi dulu sebelum berangkat. Kamar mandinya bisa dibilang cukup nyaman, dengan air panas dan shower yang berfungsi baik serta wastafel yang bersih.
Setelah beres-beres, kami turun ke lobi, di mana driver sudah menunggu. Karena hari ini kami akan ke pantai, aku sudah diperingatkan untuk tidak memakai sepatu, jadi malam sebelumnya aku membeli sandal di Indomaret. Perjalanan dari kota Mataram ke pelabuhan terdekat memakan waktu sekitar satu jam. Kami membeli tiket transportasi umum seharga 25 ribu, tapi jika ingin naik speed boat, harganya 300 ribu per kapal. Itu harga khusus untuk turis lokal, sementara untuk turis mancanegara lebih mahal lagi.
|
beli tiket ke gili trawangan |
|
Daftar harga tiket ke gili |
Kami naik boat bersama warga lokal, jadi harganya lebih terjangkau. Perjalanan menuju Gili Trawangan memakan waktu sekitar 45 menit. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Gili, aku merasa sangat takjub. Hampir 90% pengunjungnya adalah turis asing. Rasanya seperti berada di luar negeri, seolah-olah ini bukan bagian dari Indonesia. Banyak turis asing yang bersepeda atau berjalan kaki di sepanjang pulau.
Sebenarnya, aku datang di momen yang kurang tepat, yaitu saat bulan puasa. Jadi, aku tidak bisa menikmati makanan atau minuman segar seperti es kelapa. Yang bisa kulakukan hanyalah menyewa sepeda seharga 50 ribu untuk berkeliling pulau sepuasnya. Aku mengagumi keindahan pulau ini, dengan pasir putih dan laut yang membiru dengan gradasi yang memukau.
|
Sepedaan di Gili |
Setelah puas bersepeda sekitar dua jam, kami berhenti untuk sholat Zuhur di sebuah rumah makan yang bekerja sama dengan tur. Kalau bukan bulan puasa, kami pasti sudah makan di sana. Oh ya, penduduk asli Gili Trawangan 100% beragama Islam. Setelah sholat, aku duduk sejenak menikmati angin sepoi-sepoi sambil melihat turis asing yang berlalu-lalang, cukup menggoda iman, tapi aku ingat sedang berpuasa, haha. Sangat tidak disarankan pergi ke Gili Trawangan saat puasa, ya.
|
keindahan pulau dengan gradasi biru yang memukau |
Sebenarnya aku ingin berenang melihat kejernihan air laut, tapi karena puasa, niat itu kuurungkan. Selain itu, matahari sangat terik, aku takut kulitku jadi hitam legam. Akhirnya, kami memutuskan untuk kembali ke Pulau Lombok. Kami membeli tiket dan menunggu jumlah penumpang cukup agar kapal bisa berangkat. Sambil menunggu di tepi laut yang biru dan langit yang cerah, rasanya cukup mengantuk dan ingin tidur.
Di atas kapal menuju Pulau Lombok, aku menikmati pemandangan sambil mengamati sepasang turis Tionghoa yang sepertinya sedang bertengkar dalam bahasa Mandarin. Aku hanya memperhatikan mereka dengan kacamata hitam sambil setengah tertidur, mendengarkan bahasa yang tentu saja tidak aku mengerti. Sesampainya di pelabuhan Pemenang, kami langsung naik mobil. Udara dalam mobil sangat panas, dan kami segera meluncur kembali ke hotel. Sebenarnya ada dua tempat lagi yang termasuk dalam trip, tapi karena sudah lelah, kami memutuskan untuk kembali ke hotel dan tidur siang—lagi-lagi alasannya karena puasa. Teman saya yang satu lagi hampir saja membatalkan puasanya karena sudah dehidrasi, tapi untungnya aku bisa meyakinkannya untuk tetap berpuasa.
Seperti biasa, sore harinya sekitar jam 5, kami dijemput oleh driver untuk berbuka puasa. Kali ini, kami berbuka di tepi pantai dengan menu seafood. Sambil menunggu waktu berbuka, aku menyewa kuda untuk berfoto-foto dengan biaya 25 ribu. Menu berbukanya sangat enak—ikan bakar khas Lombok yang cocok dengan selera lidah Padang, ada udang juga, tapi karena aku tidak suka keong-keongan, semua kuberikan pada temanku. Minuman es kelapa campur yang segar menambah kenikmatan berbuka sambil memandang lautan.
|
Berkuda cuma buat foto bayar 25k |
|
Spot tempat makan seafood di senggigi |
Pulangnya, kami singgah ke mall di Mataram untuk cuci mata. Mall-nya biasa saja, tapi di seberang ada toko pakaian yang sangat ramai sampai membuat macet. Bahkan untuk masuk ke dalam toko saja penuh sesak oleh orang-orang yang ingin membeli baju untuk Lebaran. Antrian di kasir pun panjang karena hanya ada satu tempat pembayaran. Setelah teman saya membeli celana, kami berjalan kaki kembali ke hotel yang hanya sekitar 5 menit. Di pinggir jalan menuju hotel, ada penjual ayam taliwang yang belum sempat kami coba.