Tampilkan postingan dengan label Keliling Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keliling Indonesia. Tampilkan semua postingan

20 Oktober 2024

Published Oktober 20, 2024 by with 0 comment

Malam Takbiran di Lombok


Selepas shalat Isya, saya keluar dari hotel yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari jalan raya utama. Di sepanjang jalan Cakranegara, Lombok, masyarakat sudah bersiap untuk parade menyambut malam takbiran. Ketika saya mendekati kerumunan, tiba-tiba air mata tak bisa saya bendung. Takbiran kali ini terasa berbeda—saya jauh dari keluarga, teringat masa kecil dan kampung halaman. Di tengah keramaian ini, saya berdiri sendirian, di tempat asing, tak mengenal siapa pun. Air mata ini ingin sekali mengalir deras, tetapi saya tahan karena malu dilihat orang-orang.

“Ya Allah, terima kasih,” bisik saya dalam hati, “telah memberi kekuatan menjalani puasa sebulan penuh, dan esok adalah Hari Raya Idul Fitri.”

Selama sekitar setengah jam, saya berusaha menahan air mata sambil mendengarkan lantunan takbir yang berkumandang. Dada saya penuh sesak oleh kenangan masa lampau yang tak terlupakan. Begitu banyak momen hidup yang telah saya lalui, mengenang orang-orang tercinta yang telah mendahului kita.

Semarak Malam Takbiran Kota Mataram

Parade pun dimulai, dengan setiap desa di sekitar Kecamatan Cakranegara menampilkan atraksi mereka. Di depan podium, para pejabat daerah dan jajaran mereka duduk menyaksikan. Ada yang membawa miniatur masjid yang dihias dan diarak, pemuda-pemudi ikut berjalan sambil membawa simbol-simbol agama. Salah satu pemandangan yang berkesan adalah sebuah replika Al-Qur'an terbuka berukuran besar, yang diiringi oleh pemuda dari berbagai agama. Bahkan, perwakilan dari agama Hindu, Budha, dan Kristen ikut dalam parade ini, membawa spanduk komunitas mereka. Toleransi antarumat beragama di Lombok begitu terasa malam itu.

Sesekali, kembang api ditembakkan ke langit, menghiasi malam dengan warna-warni yang memukau. Setiap ledakannya menambah keindahan suasana malam takbiran ini. Bahkan saat saya memutuskan untuk kembali ke hotel, suara kembang api dan gema takbiran masih saling bersahutan. Warga tetap bersemangat menikmati pertunjukan malam itu, sementara saya yang mulai lelah hanya ingin segera tidur dan memulihkan tenaga.




Di sepanjang jalan, banyak warga yang menonton, dan para pedagang pun ramai menjajakan dagangan mereka yang laris manis. Setelah lelah melihat parade yang panjang, saya memutuskan untuk makan di sebuah rumah makan Padang di pinggir jalan. Karena tidak terlalu ingin makan berat, saya hanya memesan sate Padang dan jeruk panas untuk menjaga tenggorokan tetap sehat di tengah cuaca yang panas. Rumah makan Padang selalu menjadi teman setia di mana pun saya berada.

Read More
    email this

30 Agustus 2024

Published Agustus 30, 2024 by with 0 comment

Hari ketiga : Lombok Island

Hari ini rencananya kami akan island hopping, meskipun hanya beberapa pulau yang kami singgahi. Kami berangkat dari hotel di pusat Mataram dan menuju Lombok Barat, perjalanan memakan waktu sekitar satu jam hingga tiba di Pelabuhan Tawun di Sekotong Barat. Di pelabuhan ini, kami langsung naik kapal menuju Gili Nanggu. Biaya kapal sudah termasuk dalam paket tur, jadi tidak perlu membayar lagi, kecuali jika ingin menyelam atau melakukan aktivitas tambahan. Perjalanan dengan kapal memakan waktu sekitar 15 menit menuju pulau kecil ini. Di atas kapal hanya ada empat orang termasuk pengemudi dan nahkoda. Suasananya cukup sepi, mungkin karena kami datang terlalu pagi.

Perjalanan menuju Gili Nanggu

Sesampainya di Gili Nanggu, pulau ini terasa biasa saja menurutku, seperti pulau yang ditinggalkan. Saat kami tiba, sudah ada beberapa orang di sana, termasuk sepasang turis asing dan satu keluarga yang sepertinya dari China atau Jepang, aku lupa pastinya. Di Gili Nanggu, ada instalasi dari botol plastik bekas yang disusun membentuk tulisan "Gili Nanggu" di depan pulau. Sayangnya, pulau ini kurang terawat, banyak sampah berserakan seperti bekas kegiatan yang tidak dibersihkan. Bahkan, sepasang turis asing yang kami temui tampak berusaha mengumpulkan sampah ke dalam karung goni untuk membersihkan pulau kecil ini. Aku hanya melihat, sebenarnya ada niat untuk membantu, tapi entah kenapa malas.

Kami kemudian berjalan mengelilingi pulau. Karena masih sepi, aku mencoba mencari spot dengan pasir putih. Sebenarnya ingin mandi melihat air laut yang jernih dan pasir putih yang menggoda, tapi karena tidak ingin kulit terbakar matahari dan masih menjalani puasa hari terakhir, akhirnya aku hanya bermain-main di pinggir pantai sambil bernyanyi-nyanyi kecil.

Gili Kedis

Setelah sekitar satu hingga dua jam di Gili Nanggu, kapal kami melanjutkan perjalanan ke Gili Kedis. Sebenarnya, ada Gili Tangkong dan Gili Sudak yang bisa dikunjungi, tetapi kami langsung menuju Gili Kedis. Ternyata, Gili Kedis jauh lebih indah dengan pantai yang lebih bersih dan pulau yang lebih kecil. Hanya ada satu rumah di tengah pulau, dan sisanya adalah pantai yang mempesona. Pulau ini sepenuhnya ditutupi pasir putih dengan pemandangan laut biru yang menghampar di sekelilingnya. Untuk mengitari pulau ini dengan berjalan kaki hanya memerlukan waktu kurang dari dua menit. Anehnya, saat kami tiba, ada arus yang membawa banyak sampah dari Gili Nanggu, tetapi petugas dengan sigap membersihkannya sehingga kebersihan pulau tetap terjaga. Di sini aku sempat membuat video, berfoto, dan akhirnya hanya tiduran santai menikmati keindahan pulau ini.

maafkan pake jaket takut itam, trus ngapain ke pantai ya ? heheh maafkan

Setelah cukup bersantai, kami akhirnya kembali ke Pelabuhan Tawun. Sepanjang perjalanan pulang, aku melihat ikan-ikan kecil melompat dari air, seolah-olah mengantar kepulangan kami dari Gili Kedis.

Sesampainya di pelabuhan, kami menunaikan salat zuhur di Masjid Baiturrahman Sekotong Barat yang berada di seberang pelabuhan. Salat zuhur kami hampir jam 2 siang. Seusai salat, kami melihat ada warga yang sedang duduk di teras masjid mengumpulkan zakat fitrah. Mengingat bahwa kami belum membayar zakat fitrah, kami pun memutuskan untuk membayarnya di masjid ini.

Akhirnya, kami kembali ke Mataram. Ada beberapa tempat yang seharusnya dikunjungi, seperti pembuatan gerabah, namun dilewatkan. Sebagai gantinya, kami dibawa ke pusat oleh-oleh Lombok. Kami cukup lama memilih oleh-oleh seperti baju Lombok, gelang, tas, gantungan kunci, makanan khas Lombok, madu hitam, dan masih banyak lagi. Ternyata, kain-kain yang kami beli di Desa Tenun lebih mahal dibandingkan di sini. Murah sekali, tetapi sayangnya aku lupa nama tokonya.eh udah ingat namanaya SASAKU di jalan teguh lopan cakranegara kecamatan Sandubaya , kota mataram
 Setelah selesai berbelanja, kami diantar kembali ke hotel, dan perjalanan trip ini pun berakhir. Besok adalah Hari Raya Idul Fitri, dan kami akan berkeliling sendiri dengan menyewa motor. Kami tidak lupa memberikan tips kecil kepada driver yang telah mengantar kami beberapa hari ini, meskipun pelayanannya terasa kurang memuaskan. Tapi tidak apa-apa, kami sudah pernah ke Lombok. Alhamdulillah.

Read More
    email this

29 Agustus 2024

Published Agustus 29, 2024 by with 0 comment

Hari Kedua di Pulau Lombok : Gili Trawangan

Hari ini, tujuan tur kami adalah Gili Trawangan. Pagi-pagi sekali, sekitar jam setengah 5, aku dibangunkan oleh resepsionis hotel yang mengantar makanan untuk sahur. Aku memesan semacam sandwich. Setelah sahur, aku mandi dulu sebelum berangkat. Kamar mandinya bisa dibilang cukup nyaman, dengan air panas dan shower yang berfungsi baik serta wastafel yang bersih.

Setelah beres-beres, kami turun ke lobi, di mana driver sudah menunggu. Karena hari ini kami akan ke pantai, aku sudah diperingatkan untuk tidak memakai sepatu, jadi malam sebelumnya aku membeli sandal di Indomaret. Perjalanan dari kota Mataram ke pelabuhan terdekat memakan waktu sekitar satu jam. Kami membeli tiket transportasi umum seharga 25 ribu, tapi jika ingin naik speed boat, harganya 300 ribu per kapal. Itu harga khusus untuk turis lokal, sementara untuk turis mancanegara lebih mahal lagi.

beli tiket ke gili trawangan


Daftar harga tiket ke gili

Kami naik boat bersama warga lokal, jadi harganya lebih terjangkau. Perjalanan menuju Gili Trawangan memakan waktu sekitar 45 menit. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Gili, aku merasa sangat takjub. Hampir 90% pengunjungnya adalah turis asing. Rasanya seperti berada di luar negeri, seolah-olah ini bukan bagian dari Indonesia. Banyak turis asing yang bersepeda atau berjalan kaki di sepanjang pulau.

Sebenarnya, aku datang di momen yang kurang tepat, yaitu saat bulan puasa. Jadi, aku tidak bisa menikmati makanan atau minuman segar seperti es kelapa. Yang bisa kulakukan hanyalah menyewa sepeda seharga 50 ribu untuk berkeliling pulau sepuasnya. Aku mengagumi keindahan pulau ini, dengan pasir putih dan laut yang membiru dengan gradasi yang memukau.

Sepedaan di Gili

Setelah puas bersepeda sekitar dua jam, kami berhenti untuk sholat Zuhur di sebuah rumah makan yang bekerja sama dengan tur. Kalau bukan bulan puasa, kami pasti sudah makan di sana. Oh ya, penduduk asli Gili Trawangan 100% beragama Islam. Setelah sholat, aku duduk sejenak menikmati angin sepoi-sepoi sambil melihat turis asing yang berlalu-lalang, cukup menggoda iman, tapi aku ingat sedang berpuasa, haha. Sangat tidak disarankan pergi ke Gili Trawangan saat puasa, ya.

keindahan pulau dengan gradasi biru yang memukau

Sebenarnya aku ingin berenang melihat kejernihan air laut, tapi karena puasa, niat itu kuurungkan. Selain itu, matahari sangat terik, aku takut kulitku jadi hitam legam. Akhirnya, kami memutuskan untuk kembali ke Pulau Lombok. Kami membeli tiket dan menunggu jumlah penumpang cukup agar kapal bisa berangkat. Sambil menunggu di tepi laut yang biru dan langit yang cerah, rasanya cukup mengantuk dan ingin tidur.

Di atas kapal menuju Pulau Lombok, aku menikmati pemandangan sambil mengamati sepasang turis Tionghoa yang sepertinya sedang bertengkar dalam bahasa Mandarin. Aku hanya memperhatikan mereka dengan kacamata hitam sambil setengah tertidur, mendengarkan bahasa yang tentu saja tidak aku mengerti. Sesampainya di pelabuhan Pemenang, kami langsung naik mobil. Udara dalam mobil sangat panas, dan kami segera meluncur kembali ke hotel. Sebenarnya ada dua tempat lagi yang termasuk dalam trip, tapi karena sudah lelah, kami memutuskan untuk kembali ke hotel dan tidur siang—lagi-lagi alasannya karena puasa. Teman saya yang satu lagi hampir saja membatalkan puasanya karena sudah dehidrasi, tapi untungnya aku bisa meyakinkannya untuk tetap berpuasa.

Seperti biasa, sore harinya sekitar jam 5, kami dijemput oleh driver untuk berbuka puasa. Kali ini, kami berbuka di tepi pantai dengan menu seafood. Sambil menunggu waktu berbuka, aku menyewa kuda untuk berfoto-foto dengan biaya 25 ribu. Menu berbukanya sangat enak—ikan bakar khas Lombok yang cocok dengan selera lidah Padang, ada udang juga, tapi karena aku tidak suka keong-keongan, semua kuberikan pada temanku. Minuman es kelapa campur yang segar menambah kenikmatan berbuka sambil memandang lautan.

Berkuda cuma buat foto bayar 25k

Spot tempat makan seafood di senggigi

Pulangnya, kami singgah ke mall di Mataram untuk cuci mata. Mall-nya biasa saja, tapi di seberang ada toko pakaian yang sangat ramai sampai membuat macet. Bahkan untuk masuk ke dalam toko saja penuh sesak oleh orang-orang yang ingin membeli baju untuk Lebaran. Antrian di kasir pun panjang karena hanya ada satu tempat pembayaran. Setelah teman saya membeli celana, kami berjalan kaki kembali ke hotel yang hanya sekitar 5 menit. Di pinggir jalan menuju hotel, ada penjual ayam taliwang yang belum sempat kami coba.

Read More
    email this

28 Agustus 2024

Published Agustus 28, 2024 by with 3 comments

Liburan di Lombok: Perjalanan dan Petualangan Hari Pertama

Saya menghabiskan liburan Lebaran di Pulau Lombok. Perjalanan dimulai dengan naik pesawat dari Batam (Bandara Hang Nadim) menuju Lombok (Bandara Praya, Lombok Tengah) menggunakan maskapai Garuda Indonesia. Ini adalah perjalanan di bulan puasa, dan dilakukan pada siang hari. Penerbangan ini transit sekali di Jakarta.

Ada sedikit penyesalan yang saya rasakan saat perjalanan. Ketika pramugari menanyakan apakah saya berpuasa, saya menjawab "iya" karena memang sedang berpuasa. Akibatnya, saya tidak meminta makanan yang disediakan. Ternyata, penumpang lain yang juga berpuasa ada yang meminta makanan untuk dibungkus. Karena sedikit malu, saya pun tidak mengubah keputusan saya.
Makanan berbuka dari Garuda


Setelah transit di Jakarta, perjalanan dilanjutkan menuju Lombok. Kali ini, makanan yang disajikan bertepatan dengan waktu berbuka puasa. Alhamdulillah, saya bisa menikmati makanan yang disediakan oleh Garuda Indonesia. Saya tiba di Bandara Praya Lombok sekitar pukul 8 malam waktu setempat.
Icon Bandara Praya di pulau Lombok


Karena sudah memesan tur selama empat hari, driver tur sudah menunggu saya di bandara. Karena merasa lelah, saya meminta untuk langsung diantar ke hotel yang sudah saya booking. Sebelum itu, saya sempat singgah di rumah makan Padang untuk mengganjal perut, karena makanan di pesawat belum cukup untuk mengisi perut saya. Hotel yang saya pesan terletak di pusat Kota Mataram, bernama Citilike Hotel yang berada di Cakranegara. Sesampainya di hotel, saya langsung beres-beres, makan, mandi, dan tidur. Hotel ini cukup murah, hanya sekitar 200 ribu per malam, sudah termasuk sarapan yang diganti dengan makan sahur.

**Hari Pertama Tur: Menjelajahi Wisata Lombok**

Pada hari pertama tur, tujuan pertama adalah mengunjungi tempat-tempat wisata di sekitar Lombok. Saya mulai dengan mengunjungi rumah tradisional Lombok dan desa tenun. Di sana, saya berfoto dengan pakaian adat dan membeli beberapa baju dari kain tenun. Siang harinya, saya melanjutkan perjalanan ke Sirkuit Mandalika. Meskipun hanya bisa berhenti untuk berfoto di tulisan "Sirkuit Mandalika," pengalaman ini tetap menyenangkan, meski tidak bisa masuk ke area sirkuit karena bukan hari pertandingan.
Berfoto di rumah adat lombok


Saat berfoto, banyak pedagang yang menawarkan dagangannya, seperti baju dan suvenir. Saya berusaha menghindar karena sudah menghabiskan cukup banyak uang di desa tenun. Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Pantai Mandalika. Sayangnya, saya hanya berkeliling sebentar karena cuaca sangat panas. Dari sana, saya melanjutkan perjalanan ke Bukit Merese.
Panas terik dan dikejar pedagang untuk bisa foto di area ini


Meskipun berpuasa dan di bawah terik matahari, saya berhasil menikmati keindahan Bukit Merese yang dihiasi dengan hamparan rumput hijau dan lautan yang mempesona. Bukit ini benar-benar indah, meskipun kebanyakan orang berkunjung saat sore hari. Setelah sekitar satu jam berfoto di atas bukit, perjalanan hari itu pun berakhir.
Bukit Merese 


Dalam paket tur yang saya ambil, sebenarnya sudah termasuk makan siang, namun saya memilih untuk menggantinya dengan berbuka puasa. Driver mengantar saya kembali ke hotel sekitar pukul 3 sore dan kembali menjemput saya pukul 5 sore untuk berbuka puasa di sebuah restoran. Menu berbuka adalah sate dan sup daging, meskipun saya sedikit kecewa karena es kelapa yang disajikan memiliki varian isi lainnya. Setelah itu, saya langsung kembali ke hotel dan tidur. Saya juga tidak lupa memastikan menu sahur ke resepsionis hotel.
Tempat berbuka puasa yang disediakan tur travel



Ini adalah cerita dari hari pertama trip di Lombok. Nantikan cerita selanjutnya, ya!

--- 

Read More
    email this