Rabu, 10 september 2015
Pak Christoforus mengajak da turun ke Moni sekaligus mengambil
barang-barang da yang masih tinggal sebagian di rumah kepsek. Senja yang indah
mengantar perjalanan kami membelah pegunungan ratenggoji. Bulan purnama pun
ikut serta meramaikan keindahan alam di lembah yang kelam ini. Da juga sangat
senang bisa keluar dari lembah yang serasa sudah memenjarakan da dari dunia
luar seabad rasanya. Padahal baru dua hari da di sini sudah membuat da bisa
melepaskan kelegaan di hati ini. Walaupun tidak ke Ibukota kabupaten setidaknya
bisa menghirup udara segar sembari merefresh otak dari kemonoan.
Sesekali da tetap harus berjalan kaki di gelap nya malam
ketika menghadapi jalan yang menanjak tajam.
Gelapnya malam membuat da terdiam dan hanya berbicara sesekali. Pak Christoforus
pun mulai bercerita memecah kesunyian selama perjalanan. Beliau menceritakan
sebuah kisah yang cukup mencekam dan merontokkan segala kesenangan da malam
ini. Sekarang adalah waktu akan dilangsungkannya acara adat masyarakat desa
wologai kecamatan detusoko dimana mereka mencari kepala manusia untuk
persembahan untuk leluhur mereka. Dan da yang awalnya sangat senang bisa turun
gunung mendadak merasa tercekat di tenggorokan. Da merasakan telinga ini nanar
seolah apa yang dikatakan pak Christoforus adalah salah. Maksudnya pak, kepala
manusia ??? da bertanya lagi untuk memastikan pendengaran da tidak salah. Pak
Christoforus pun mengiyakan pertanyaan da yang penuh ketakutan itu.
Saat itu juga da langsung merinding, ketakutan dan menimbulkan
seribu pertanyaan yang mulai menyerang otak da yang ingin dikeluarkan segera.
Tapi lidah da menjadi kelu dan merasa terlalu takut untuk bertanya. Tiba-tiba
airmata da mengalir tanpa isakan di dalam gelap malam yang dingin. Teringat
amak da di kampong halaman yang sungguh da rindukan. Bulir airmata ini seolah
bertanya akankah da masih bisa melihatnya dan memeluknya lagi ?
Pak Christoforus terus bercerita bahwa mereka bergerombolan
dan bersembunyi di hutan hutan. Dan hutan ratenggoji adalah tempat terbaik
untuk mereka bersembunyi dan menculik orang orang yang berkeliaran di malam
hari. Rasa takut da belum memudar, pak Christoforus
malah menceritakan tempat-tempat mereka biasa berkumpul padahal tempat tersebut
akan kami lalui.
“terus, bagaimana dengan kita malam ini pak ?” da bertanya
dengan nada penuh ketakutan ,,,
“ kita serahkan pada tuhan, selama kita berbuat baik, maka tuhan
akan menjaga kita,,” jawaban Pak Christoforus masih belum mampu menenangkn
perasaan ini.
Da ingin segera melewati jalanan
pegunungan ini dan merasa sedikit reda ketakutan da ketika melewati tumpukan
rumah tetapi kembali dilanda kecemasan ketika harus melewati lembah tak
bertuan. Da tak henti - hentinya menyebut Allah dan asmaNya di setiap denyut
jantung da yang berpacu kian cepat. Rasa takut da mengalahkan dinginya udara
pegunungan yang mencekam malam itu.
Cerita di atas adalah kisah mencekam da kurang lebih setahun
yang lewat. Kini kalo da fikir2 malam itu Pak Christoforus seolah mencoba untuk
“mengospek” da malam itu. da hanya mencoba berfikir positif atas sikap beliau
yang mengetes mental da agar mampu bertahan di pedalaman ini yang tanpa listrik
dan signal. Beberapa hari setelah itu da sedikit takut untuk melakukan
perjalanan malam. Selain itu da juga bertanya kepada Pak Kanisius tentang isu
yang beredar tersebut.
“Isu tersebut sudah ada dari dulu, selama saya mengajar disini
selama tahun belum ada kejadian
tersebut. Cuma dulu katanya memang ada tetapi sekarang sudah diberantas oleh
kepolisian sehingga masalah tersebut sudah tidak ada lagi. “ Pak Kanisius
menenangkan ketakutan da dengan penjelasannya.
Oh ya, berhubung daerah penempatan salah satu teman kami, Tuti
Repati di Wologai, sempat meresahkan kami se-LPTK karena komunikasi yang
terganggu signal. Hanya dia yang tidak ada kabar setelah beberapa hari di
penempatan. Ternyata hanya kesamaan nama tempat, dimana kecamatannya beda dengan
tempat pengabdian tuti. Da pun sempat membayangkan yang tidak2 tentang tuti,
hha. Untunglah dia masih selamat sampai sekarang. Koordinator kami Rian bersama
bang dika mengendarai motor melihat keberadaanya yang disambut oleh tuti
sendiri dengan gelak tawa.
Dia malah mengenalkan anjing-anjing peliharaan disekolahnya
kepada rian dan bang dika. Padahal orang sudah heboh satu LPTK akan kondisinya.
Sempat pula rian cedera selama perjalanan yang medannya sungguh menantang
adrenalin serta membuat jera untuk datang berkunjung lagi. hha
0 komentar:
Posting Komentar