31 Desember 2016

Published Desember 31, 2016 by with 0 comment

“PERIH YANG MENYENANGKAN” Tuti Respati, S.Pd. (Pendidikan Biologi) // Bagian 2

Nusa Tenggara Timur
OTO KAYU


Rabu, 3 September 2014 akhirnya kami berkumpul di kantor dinas PPO untuk berangkat ke Danau Kelimutu. Kami pergi menggunakan transportasi yang disebut “Oto Kayu”. Ternyata Oto Kayu ini adalah alat transportasi utama di kabupaten Ende. Transportasi ini sangat unik dan
mungkin hanya dapat kita temukan di Ende. Sebenarnya di daerah lain juga ada oto kayu ini, namun tidak digunakan untuk membawa penumpang melainkan untuk barang-barang seperti pasir, batu bata, dan lain-lain. Sedangkan di ende flores, oto ini bisa membawa apa saja dalam satu kali waktu dimana  di atas oto ini ada penumpang, barang dan juga ada hewan seperti babi atau sapi serta ayam yang dibawa bersamaan. Perjalanan ke danau kelimutu sangat menyenangkan. Kawah 3 warna yang disajikan oleh tempat ini benar-benar indah. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya saya bisa sampai di danau yang menjadi tujuan wisata para turis baik dari lokal maupun manca negara ini. Walaupun kita harus susah payah mendaki menuju puncak gunung kelimutu ini, namun itu bisa terbalaskan dengan pemandangan yang sangat mempesona ini. Kami kembali ke rumah dan tiba sekitar jam 4 sore. Saya pun beristirahat dan menyiapkan barang-barang yang akan dibawa ke daerah penempatan esok pagi.

Kamis, 4 September 2014 saya bangun pagi dan telah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah pengabdian. Kepala sekolah menjemput saya ke beskem kami dan kami pergi ke terminal ndao. Di terminal ini ada banyak oto dengan berbagai jurusan seperti nangapanda, oja, maukaro, mokeasa dan wologai. Di terminal ini pun sudah menanti 2 orang guru yang ternyata juga mengajar di  SMPN Satap Wologai yaitu Ibu Yossi dan Ibu Ica. Saya berangkat ke wologai dengan oto bersama guru ini dan kepala sekolah berangkat dengan motor.

Oto berangkat dari terminal ndao pukul 11.25. Perjalanann dari Ende ke Wologai memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini dikarenakan kondisi jalan yang sangat parah, padahal jarak dari kecamatan ende ke wologai hanya 85 km. Banyak lubang dan kerikil yang membuat oto berjalan miring dengan kecepatan yang sangat lambat. Saya merasa tidak sabar ingin melihat daerah pengabdian saya. Tempat dimana saya akan tinggal dan bersosialisasi dengan masyaraktnya selama selama satu tahun mendatang. Setelah kurang lebih 4 jam perjalanan, tibalah saya di sekolah pengabdian dan sesuai dugaan memang kondisi sekolah ini sangat memprihatinkan. Saya turun dan guru yang lain membawakan barang-barang.

Di sekolah sudah menunggu kepala sekolah dan 2 orang guru lainnya yaitu bapak Ludwik Jata dan bapak Yeremias Da. Saya duduk dan mereka menjelaskan kondisi dan situasi sekolah penempatan saya ini. SMP Negeri Satu Atap Wologai pertama kali berdiri tahun 2009. Sekolah ini telah terakreditasi C dan sudah meluluskan 3 angkatan. Daerah ini belum menikmati listrik negara. Mereka masih harus menggunakan generator yang dinyalakan bila ada pengetikan administrasi sekolah seperti surat-surat dan soal ujian. Sinyal telepon juga sulit ditemukan di sekitar sekolah sehingga kita harus mendaki sekitar 500 meter ke atas gereja untuk mendapatkan sinyal. Begitu juga dengan air pada musim kemarau ini sulit didapatkan, kecuali jika musim hujan sudah tiba maka air lumayan lancar dan mengalir setiap hari. Air ditampung secara langsung melalui pipa-pipa yang telah ada pada masing-masing tugu air. Kebetulan di sekitar sekolah ada 2 tugu air, satu di SD dan satu lagi di SMP. Berhubung sekarang musim kemarau maka bisa jadi dalam seminggu air hanya keluar satu atau 2 kali. Sehingga kita memerlukan jerigen-jerigen untuk menyimpan persediaan air jika air tidak mengalir untuk hari-hari selanjutnya. Begitulah kedua guru tersebut sedikit menjelaskan mengenai kondisi sekolah dan lingkungan di sekitar. Nanti ibu akan mengetahui secara langsung setelah beberapa hari tinggal disini, ucap kepala sekolah. Kondisi lingkungan di sekitar sekolah sangat kering, jika angin datang debu beterbangan dan tidak ada pohon yang ditanam di sekitar sekolah. Pertemuan berakhir dan saya diantar ke ruangan/kamar di tempat saya akan menginap selama satu tahun ini.
Pertama kali melihat kondisi kamar, saya sempat syok dan sedih. Kondisi ini sangat jauh dari apa yang saya bayangkan. Saya berfikir walaupun daerahnya terpencil, setidaknya tempat tinggal kita masih layak huni dan sedikit nyaman. Saya mengira rumahnya masih ada lantai walupun kasar, masih ada dipan yang agak bagus walaupun kecil, dan masih ada kasur walaupun tidak tebal. Namun, itu berbeda 1800 dari apa yang saya perkirakan. Kamar yang hanya beralaskan tanah, dinding yang hanya dilapisi oleh bambu yang sudah rapuh dan berlobang, dipan yang hanya terbuat dari bambu dan alas tidur yang hanya dilapisi dengan tikar yang sudah lusuh. Saya mencoba tegar dan sabar melihat kondisi ini, namun tanpa saya sadari satu dua tetes air matapun mengalir di pipi tanpa bisa saya kontrol. Dalam hati saya , timbul sedikit kesedihan dan penyesalan kenapa saya harus ditempatkan di daerah dengan kondisi lingkungan yang seperti ini. Namun, saya cepat-cepat menyeka air mata karena saya tidak mau terlihat sedih di depan guru (ibu yosi dan ibu ica) yang membantu saya meletakkan barang-barang saya di kamar. Ibu yosi mengatakan kamar saya juga bersebelahan dengan dapur masak yang menggunakan kayu. Jika ada yang masak di dapur, maka asapnya akan sampai di kamar saya dan membuat semua barang-barang menghitam. Jadi ibu jangan terlalu banyak meletakkan barang-barang di luar pembungkus atau tas ya, katanya kepada saya. Saya hanya bisa tersenyum, dan mengangguk atas apa yang beliau katakan.

Read More
    email this

30 Desember 2016

Published Desember 30, 2016 by with 0 comment

“PERIH YANG MENYENANGKAN” Tuti Respati, S.Pd. (Pendidikan Biologi) // Bagian 1

Nusa Tenggara Timur
Kamis, 28 Agustus 2014 sebanyak 25 orang guru SM3T LPTK UNP siap untuk diberangkatkan ke daerah pengabdian yaitu Ende, Flores, NTT. Saya termasuk di dalamnya yang akan mengabdi selama satu tahun di Kabupaten Ende. Perjalanan dari Padang ke Ende dengan pesawat memerlukan waktu kurang lebih 6 jam. Namun karena adanta transit kami harus menginap dulu di kupang sehingga lama perjalanan menjadi 2 hari.

Jum’at, 29 Agustus 2014 pukul 8 pagi sampailah kami di bandara Abdoer Ariebosman Ende. Bandara ini tidak terlalu besar namun banyak turis dari berbagai negara yang terlihat di ruang tunggu bandara. Ketika menunggu bagasi, kami melihat di luar sudah ada senior SM3T angkatan III LPTK UNP yang menyambut kedatangan kami. Dari bandara kami jalan kaki ke beskem senior SM3T, sedangkan barang-barang telah dibawa dengan mobil sebelumnya. Alhamdulillah sesampai di beskem ternyata kami juga mendapat orang tua asuh yang juga berasal dari padang. Mereka adalah pak Ali Anis dan Ibu Asmawati. Mereka sangat baik dan dengan senang hati menerima kami di rumahnya. Kami juga berkenalan dengan senior SM3T lainnya. Siang hari nya sekitar jam setengah 2 kami pergi ke kantor kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga (PPO) untuk lapor diri sekaligus mengetahui sekolah pengabdian kami masing-masing. Setelah berkenalan dan berbincang-bincang dengan kepala dinas, akhirnya kepala dinaspun membacakan sekolah penempatan kami. Saya yang pertama kali dibacakan ternyata mendapat sekolah pengabdian di SMP Negeri Satu Atap Wologai.

Setelah semua lokasi dibacakan, saya bertanya kepada senior SM3T mengenai informasi sekolah penempatan saya. Namun, sayangnya tidak ada satu orangpun senior yang mengetahui dimana persisnya sekolah ini karena sebelumnya tidak pernah ada SM3T dari Padang yang di tempatkan di lokasi pengabdian saya ini. Saya merasa sedikit kecewa karena tidak mendapatkan informasi apapun. Sementara teman-teman yang lain sudah sibuk bertanya mengenai sekolah pengabdiannya kepada senior yang pernah mengajar di lokasi tersebut.

Setelah acara selesai, kami pun berencana kembali ke rumah. Saya sudah siap-siap jalan menuju gerbang dinas PPO, tiba-tiba dari belakang saya mendengar ada yang memanggil nama saya. Ternyata yang memanggil nama saya tersebut adalah Guru SM3T angkatan ke 3 LPTK UNY yang mengajar di sekolah pengabdian saya. Syukur Alhamdulillah, akhirnya saya bisa mengetahui beberapa informasi mengenai sekolah tempat saya akan mengabdi. Namanya Mas Amri yang ternyata mengajar matematika. Setelah diberikan beberapa informasi, akhirnya saya mengetahui bahwa ternyata wilayah pengabdian saya ini merupakan daerah paling tertinggal di kecamatan Ende. Saya merasa sedikit khawatir karena saya satu-satunya yang ditempatkan disana tanpa ada teman. Dibandingkan teman-teman lain, mereka memiliki teman yang setidaknya satu daerah dan berdekatan dengan sekolah tempat mereka mengajar. Mas amri pun ragu, apakah saya sanggup mengabdi di sana karena sejauh ini belum ada teman yang juga di tempatkan dekat dengan saya, bahkan dari LPTK Undiksa dan UNY yang sebagian dari mereka juga ada yang mengabdi di kabupaten ende. Ditambah lagi saya perempuan, hal ini menambah kekhawatiran senior di tempat saya akan mengabdi tersebut. Temaptnya di puncak gunung, air agak susah, listrik negara belum masuk, warganya 100% katolik, dan sinyalpun juga susah. Begitulah ia menceritakan secara singkat kondisi tempat saya akan mengabdi selama setahun. Ia menyarankan agar saya minta pindah saja ke sekolah lain yang lebih dekat dengan kota dan aksesnya mudah. Saya sempat khawatir dan bingung. Apakah saya akan mampu? Apakah tidak apa-apa jika saya sendirian disana tanpa ada teman-teman lain yang sama tempat pengabdiannya dengan saya? Mas amri saja yang sudah 3 orang di tempatkan disana bersama teman lainnya masih tidak sanggup untuk berlama-lama disana? Saya berfikir keras atas apa yang disampaikan oleh mas Amri. Haruskah saya berbicara dengan kepala dinas pendidikan kabupaten ende agar saya ditempatkan di sekolah lain saja? Haruskah saya mengikuti saran mas amri? Namun, saya kembali kepada niat awal saya memilih ende sebagai tempat pengabdian saya. Saya sudah memilih dan saya harus menerima segala yang ditetapkan. Toh ini Cuma setahun. Saya pasti bisa melewatinya. Begitulah saya menguatkan diri agar tetap bertahan dan bersedia ditempatkan dimanapun. Hal ini menjadi suatu tantangan bagi saya agar tetap bertahan dengan kondisi apapun. Saya yakin dengan niat yang tulus dan ikhlas, Allah SWT akan menjaga saya, dimanapun saya berada.   

Senin, 1 September 2014 kami semua berkumpul di kantor bupati untuk acara penerimaan SM3T yang baru dan pelepasan SM3T yang lama. Acara ini berlangsung dari pagi hingga siang. Dalam acara ini juga turut hadir dosen dari masing-masing LPTK yang ditempatkan di Kabupaten Ende yaitu LPTK UNP (Padang), UNES (Semarang) dan UNDIKSA (Bali). Kepala sekolah dari masing-masing lokasi penempatan SM3T juga turut hadir dalam acara ini termasuk kepala sekolah tempat saya akan mengabdi. Nama kepala sekolah tersebut adalah Silvester Sama, S.Pd.

Setelah selesai acara resmi, saya dan kepala sekolah serta Mas Amri berbincang-bincang hingga akhirnya diputuskan bahwa saya akan berangkat ke sekolah pengabdian hari kamis, 4 September 2014. Saya tidak berangkat ke lokasi hari itu karena Rabu, 3 September 2014 guru SM3T angkatan ke IV diberikan kesempatan mengunjungi Danau Kelimutu secara gratis oleh bupati kabupaten ende. Segala biaya akan ditanggung oleh bupati Ende. Danau kelimutu adalah ikon wisata kabupaten Ende sehingga kami sangat senang diberikan kesempatan untuk mengunjungi tempat ini.




Read More
    email this

29 Desember 2016

Published Desember 29, 2016 by with 0 comment

Sepintas Kehidupan di Tanah Flores



Sepintas Kehidupan di Tanah Flores
Tak pernah terbayangkan sebelumnya bagi saya untuk tinggal di tempat yang jauh dari tanah kelahiran. Melalui SM3T, saya dapat menikmati perjalanan ke tanah Flores dan tinggal selama lebih kurang 1 tahun di Kabupaten Ende. Seusai prakondisi SM3T, saya beranjak pulang ke rumah untuk berpamitan dan mengemas barang-barang yang akan dibawa sebagai bekal tinggal di negeri orang. Satu keluarga ikut mengantarkan perjalanan saya di Bandara Internasional Padang. Sebelumnya saya belum pernah naik pesawat ke mana-mana dan sekali naik pesawat saya langsung naik 3 kali. Karena untuk mencapai Ende dari Padang kita harus transit dua kali. Saya beserta rekan SM3T lainnya bertolak dari BIM pada tanggal 28 Agustus 2014.
            Sesampai di Ende, saya dan rekan-rekan langsung menuju ke rumah orang tua angkat, yang telah menjadi orangtua angkat anak SM3T sejak angkatan kedua. Di sana kami beristirahat sebelum penentuan penempatan. Sehabis Dzuhur, kami langsung berkumpul di Dinas PPO untuk melihat hasil penempatan. Di siilah kami yang merupakan orang baru merasa deg-degan bagaimana dengan keadaan penempatan kami nanti. Seusai pembagian penempatan, saya dipanggil oleh senior SM3T dari Yogyakarta. Dia mengajak saya untuk meninjau penempatan saya yang merupakan tempat mengabdinya sebelumnya. Dia memindahkan posisi penempatan saya yang awalnya di Kota Baru menjadi Pora. Ini disebabkan oleh sekolah di Pora sangat membutuhkan guru Bahasa Inggris.
            Sebelum meninjau tempat, saya sangat merasa cemas akan seprti apakah lokasi penempatan saya. Sebelumnya saya telah sedikit bertanya-tanya tentang keadaan di sana. Saya menanyakan apakah di sana ada listrik, air dan signal. Dan jawabannya sangat memuaskan, di sana katanya sudah tersedia air bersih, listrik dan signalpun sudah ada.
SMPS Pancasila Pora merupakan sekolah yang belum memiliki akreditasi seperti sekolah-sekolah lain dan mepakan sekolah titipan yang berinduk ke SMPN 4 Wolowaru. Sekolah ini didirikan tepat pada hari Pancasila yakni 1 Juni 1970, makanya sekolah ini diberi nama SMPS Pancasila Pora.
            Sekolah ini hanya memiliki 2 Bangunan. Bangunan yang pertama memiliki 3 ruangan yang dipergunakan sebagai ruangan kelas untuk 48 siswa dan bangunan yang kedua memiliki satu ruangan yang digunakan sebagai kantor kepala sekolah, wakil kepala sekolah, 9 guru dan juga perpustakaan yang hanya dipisahkan oleh lemari-lemari tanpa dinding pembatas ruangan. Sedikitnya pembatas antara ruangan membuat tidak ada jarak antara kepala sekolah dan guru, sehingga suasana keakraban selalu terasa. 
            Murid-murid di sekolah ini tidak begitu banyak, hanya berjumlah 48 siswa yang terdiri dari 14 siswa kelas 1, 19 siswa kelas 2 dan 15 siswa kelas 3. Dengan sedikitnya jumlah siswa suasana belajar jadi lebih kondusif dan efektif. Murid-murid di sini sangat menghormati guru apalagi guru yang datang dari luar seperti saya. Tetapi mereka sangat takut dengan guru-guru yang asli dari sana yang mana mereka selalu membawa rotan atau sebilah kayu ke dalam kelas. Rotan atau kayu ini digunakan tidak lain tidak bukan adalah untuk memukul siswa-siswa yang berbuat salah. Dan tidak jarang juga saya melihat seorang guru memukul murid dengan tangan kosong.
Di sini saya tinggal di rumah warga. Rumah tempat saya tinggal selama mengabdi berada dekat dengan sekolah, tepat di seberang sekolah. Tiga bulan pertama saya tinggal dengan seorang bibi yang perawan tua. Setelah tiga bulan datanglah seorang bibi lagi dari kalimantan. Saya merasa nyaman tinggal di rumah ini, karena saya masih bisa menikmati air dan listrik dengan mudah. Tetapi sayangnya kedua bibi ini tidak begitu cocok sehingga saya agak susah untuk menyatukan mereka.
Tempat saya tinggal berada sekitar 76 km dari ibukota kabupaten dan 3 km dari ibukota kecamatan. Akses ke sana agak sulit dikarenakan kurangnya angkutan umum. Kebanyakan warga sering menyewa jasa ojek untuk mencapai ibukota kecamatan. Akibat jalan yang berlubang-lubang dan medan yang mendaki menurun menyebabkan perjalanN yang normalnya bisa di tempuh dengan waktu 8 menit bisa menjadi 15 menit atau lebih.
Karena sulitnya alat transportasi, saya dan salah seorang teman yang ditempatkan ditempat yang sama sepakat untuk membeli sepeda motor. Kami memutuskan membeli sepeda motor bekas sebagai alat transportasi kami selama berada di wilayah 3T. Alhamdulillah dengan sepeda motor bekas itu kami jadi lebih terbantu untuk ke pasar membeli kebutuhan sehari-hari dan kami sekalian bisa menjelajahi kabupaten Ende di waktu senggang dan sering bersilaturrahmi dengan teman-teman yang berpenempatan di kecamatan tetangga, sehingga tidak heran kami sering berkumpul di hari-hari libur sekolah.
Selain di basecamp, saya juga memiliki orangtua angkat di Pora. Di basecamp yang terletak di kota Ende saya dan teman-teman memiliki orangtua angkat yang asli orang Minang sedangkan di penempatan saya memiliki orangtua angkat asli orang Lio. Sejak awal kedatangan saya di penempatan beliau selalu membantu dan menjaga saya walaupun kami tidak tinggal di rumah yang sama. Beliau sangat bertanggungjawab dan baik sehingga saya merasa memiliki keluarga baru di sini dan tidak heran jika saya bisa berbagi dan berkeluh kesah kepada mereka tentang kejadian yang saya alami di sana.
Seminggu sebelum saya diberangkatkan pulang, sekolah mengadakan perpisahan untuk kepergian saya. Acara perpisahannya diadakan dengan sangat sederhana. Tanpa sepengetahuan saya, semua murid dan guru-guru mengumpulkan uang untuk membelikan kenang-kenangan untuk saya. Saat acara perpisahan, murid-murid membawa bekal bahan mentah dari rumah masing-masing untuk dimasak di sekolah. Mereka membawa daun singkong, daun pepaya, ubi kayu dan juga kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak. Pagi sekali, guru dan murid sudah berkumpul di sekolah untuk mempersiapkan segala keperluan untuk acara perpisahan. Saya juga ikut dalam kebersamaan memasak di dapur sekolah yang dibangun seadanya.
Perasaan senang dan sedih bercampur aduk ketika acara perpisahan berlangsung. Saya senang karena saya akan segera bertemu keluarga di Padang sekaligus sedih meninggalkan teman-teman guru dan murid-murid yang telah selama setahun bersama. Acara perpisahan berjalan dengan lancar yang diakhiri dengan pemberian kenang-kenangan dari sekolah dan juga saya tak lupa memberi kenang-kenangan untuk sekolah.
Acara perpisahan buat saya juga diadakan di mesjid. Acara ini diadakan oleh Pak ustadz beserta semua warga muslim yang ada di kampung tersebut. Warga dan saya bersama-sama memasak untuk kelancaran acara. Makanan di acara perpisahan di mesjid agak lebih baik daripada acara di sekolah karena warga juga menyediakan ikan dan ayam dan yang spesialnya adalah gulai nangka yang berasal dari tempat asal saya. Gulai nangka tersebut dimasak oleh ibu angkat saya yang memiliki suami dari Padang yang kebetulan bisa memasak masakan Padang. Di mesjid juga diadakan doa selamat untuk saya agar bisa kembali ke Padang dengan selamat. Acara perpisahan diakhiri dengan foto bersama di depan mesjid.
Perpisahan juga diadakan di basecamp kami di Ende. Acaranya diadakan tepat sebelum kepulangan. Suasana perpisahan di basecamp sangat berbeda dengan perpisahan sebelumnya, karena ini merupakan perpisahan 25 orang dengan 3 orang pemilik rumah alias basecamp. Acara perpisahan diakhiri dengan maaf-maafan dengan ayah dan ibu angkat.
Dan pada tanggal 26 Agustus 2015, tibalah saatnya saya dan teman-teman untuk meninggalkan kota Ende beserta isinya. Airmata tak terbendnung ketika petugas bandara mengumumkan keberangkatan kami, semua kenangan dan pengalaman selama berada di Ende kembali terkenang. Ingin rasanya untuk tidak berangkat tetapi kerinduan akan keluarga di Padang juga tak kalah besarnya. Apa daya semua harus tetap berjalan sesuai rencana. Dan akhirnya selamat tinggal Ende dan berharap suatu saat nanti saya dan teman-teman bisa kembali ke sana.
Fitri Ramadhani, S.Pd (15302004)
Read More
    email this
Published Desember 29, 2016 by with 0 comment

Program Profesi Guru Pendidikan Fisika UNP



PPG UNP Fisika
Perkulihan PPG kami sudah dimulai diminggu awal masuk asrama. Jika boleh dibandingkan dengan jurusan lain yang masih di lingkungan UNP, jurusan kami termasuk jurusan yang paling disiplin masalah waktu. Untuk jam masuk kuliah pun jurusan kami pula yang on time dosennya datang jam 7 pagi. Berbeda kami lihat dengan jurusan lain yang masuk jam setengah delapan , jam delapan bahkan ada yang setelah zuhur. Kedisiplinan ini sedikitnya berpengaruh kepada kami juga. Peserta putra fisika yang berjumlah tiga orang harus selalu siaga untuk sarapan pagi yang sering datang pegawai nya jam 7 kurang, maka jadilah kami sering terlambat untuk workshop setiap harinya.
Selain itu, untuk urusan tugaspun kami pun masih mengungguli dibandingkan jurusan lain. Ketika diminggu awal workshop kami sudah membuat setumpuk perangkat pembelajaran, jurusan lain masih berkutat dengan perkenalan. Jurusan fisika sudah menganggap kami pulang mengabdi setahun di daerah sarat dengan keahlian. Padahal sejatinya kami mengajar di pelosok negeri jauh dari kondisi ideal suatu persekolahan bahkan penerapan kurikulum 2013 jauh dari harapan. Lambatnya pengetahuan mereka akan materi yang diajarkan membuat kami harus menggunakan metode tradisional dengan berbagai keterbatas lainnya.
Selama workshop kami dibagi atas lima hari untuk masing-masing materi fisika sma yaitu  kelas X semester 1, kelas X semester  semester 2, kelas XI semester satu, kelas XI semester 2 , kelas XII untuk satu tahun dan workshop PTK yang digabung harinya dengan kelas X semester 1. Setiap hari kami harus berkutat dengan berbagai model pembuatan perangkat pembelajaran. Ditambah lagi untuk satu kali workshop kami dipandu oleh tiga orang dosen yang berbeda ditambah satu pamong dari sekolah. 4 orang pembimbing memandu kami dalam pembatan perangkat pembelajaran yang akan di pakai untuk PPL di semester depan
Pelaksanaan workshop sedikit membuat kami harus berjuang lebih kuat. Ketika kami mendapatkan dari tiga dosen tersebut cara pembuatan yang berbeda , maka kami harus berjuang lebih keras untuk merevisinya lagi sesuai dengan permintaan masing-masing dosen. Jikalau permintaan tersebut saling melengkapi maka itu tidak terlalau memusingkan, tetapi jika dalam satu hari tersebut dengan tiga dosen plus satu pamong dari sekolah memiliki pendapat yang berbeda maka kami akan kelimpungan untuk membuat bagaimana sebaiknya perangkat yang harus kami jalankan. Alangkah baiknya jika persepsi dari dosen pengajar PPG disamakn terlebih dulu dalam semakin baiknya produk yang dihasilkan nantinnya.
PPG FISIKA UNP
Setiap hari kami mempunyai materi yang berbeda sehinga ketika permasalahan hari senin belum selesai kami buat, maka ketika pulang workshop hari senin yang kami pikirkan bukanlagi workshop hari tersebut, tetapi kepala sudah dipenuhi oleh materi workshop keesokan harinya. Apa apa saja yang belum dibuat dan sebagainya. Sedikit membuat kepusingan dengan materi materi yang berbeda setiap harinya. Terlebih untuk materi kelas XII yang dipadatkan dalam satu hari dan materinya yang butuh analisis tingkat tinggi membuat kepala kami semakin dipenuhi banyak bintang.tetapi kami mencoba mengambil sisi positif dari padatnya jadwal kami. Kami  masih sempat untuk mengikuti rapat berbagi acara divisi PPG dan acara-acara inti dan rutin PPG. Dan kami percaya bahwa dibalik perjuangan yang berat ini akan ada kepuasan tersendiri yang kami rasakan sendiri. Kami menjadi lebih kuat dan menguasai perjuangan satu semester pembuatan perangkat ini.
Read More

    email this