Program
SM3T telah saya ketahui dari kakak saya.
ketertarikan saya berawal dari dorongan dan motivasi kakak saya yang
telah lebih dahulu mengikuti program ini. Prospek mengikuti PPG dengan gratis
menjadi prioritas utama saya, serta adanya segudang pengalaman yang menanti di
tempat pengabdian. Niat mengabdi menjadi membara ketika saya lolos tes Online.
Wawancara yang saya ikuti membuat saya yakin untuk memilih jalan ini. Karena
pemerintah tak mungkin sia-sia dalam membuat sebuah program. Setelah di
nyatakan lulus dari tes wawancara saya mengambil keputusan untuk berhenti
bekerja di sebuah perusahaan pembiayaan. Saya yakinkan diri untuk melanjutkan
karier dengan mengikuti program SM3T.
Setelah menyelesaikan berkas-berkas yang
dibutuhkan saya mengikuti Prakondisi selama 14 hari, prakondisi ini terbagi
dalam dua bagian. 7 hari indoor dan 7 hari outdoor. Pada saat itulah saya mendapatkan sosialisasi secara umum
mengenai tujuan pelaksanaan SM3T. Pada waktu pelaksanaan SM3T inilah seluruh
peserta diperkenankan untuk memilih penempatan atau propinsi sasaran 3T sesuai
dengan quota
yang telah ditetapkan. Saya memutuskan untuk memilih
kabupaten Ende NTT, karena telah banyak cerita dan pengalaman yang kakak saya
bagikan kepada saya.
Akhir
agustus 2016 Pembekalan prakondisi akhirnya selesei
dan saya bersama rombongan satu penempatan
sebanyak 25 orang di berangkatkan menuju Kabupaten Ende .
Ini merupakan erjalanan awal
saya dengan sebuah pesawat. Saya
bersama rombongan sangat antusias sambil membayangkan
tempat yang akan saya tuju. Dalam perjalanan 2 hari 1 malam sampailah saya
bersama rombongan di kabupaten Ende. Dari atas pesawat saya sedikit gemetar
melihat tatanan perbukitan gersang yang yang di suguhkan kabupaten
ende. Penuh bukit-bukit tandus, dan desa-desa yang kelihatan banyak di atas
bukit. Setelah landing bayangan
itu sedikit sirna, karena banyak orang-orang yang saya lihat sudah cukup maju
menunggu penumpang bandara. Kamipun di sambut oleh SM3T angkatan 3 dan di antar
langsung ke rumah orang tua angkat di Ende. Dalam perjalanan menuju rumah orang
tua angkat tersebut senior SM3T ini pun menceritakan pengalamannya selama di
tempatkan di kabupaten Ende. Pertanyaan-pertanyaan pun mengalir dari mulut kami
sebagai penerus pengabdian
mereka.
Setelah sampai
di rumah orang tua angkat, kamipun sedikit melepas penat dan segera bersiap
untuk pertemuan dengan dinas Kabupaten Ende mengenai penempatan. Kamipun
akhirnya berkumpul di Dinas PPO ende untuk pelepasan SM3T angkatan III serta penyambutan
kami SM3T angkatan IV. Dengan segera akhirnya penempatan kamipun kami ketahui.
Dan saya di tempatkan di SMPN Satap Detubelo Watuneso Kec. Lio Timur. Keesokan
harinya kami menghadiri penyambutan dan pelepasan SM3T di kantor Bupati.
Setelah selesei mengikuti acara tersebut kami keesokan harinya pergi ke danau
kelimutu sebagai hadiah penyambutan kami dari Bapak Bupati. Keindahan alam ende
pun yang terkenal dengan danau tiga warna atau di sebut danau kelimutu pun kami
nikmati.
Keesokan harinya
barulah jantung kami muali berdegup kencang karena akan di berangkatkan ke
tempat pengabdian. Pikiran saya jauh berkelana tentang apa yang aka saya hadapi
di penempatan saya. Di terminal pemberhentian Bus, saya dan teman satu
penempatan saya menunggu Bapak Kepala Sekolah SMP penempatan saya. tak lama
menunggu bapak Kepsek penemptan saya pun datang, dan mualai lah saya sedikit
berkenalan dan bercengkrama tentang keadaan sekolah di sana. Saya senang dengan
sambutan Kepala Sekolah terhadap kami. Saya kemudian memulai perjalanan dengan
motor bapak Kepala Sekolah menuju penempatan. Setelah sampai di desa tujuan
saya pun langsung di carikan Kos untuk menetap selama pengabdian.
Waktu terasa
cepat berlalu dan akhirnya saya di tinggal kepala sekolah bersama satu teman penempatan.
Dan di malam pertama di penempatan kami jalani dengan keramahan mama yang
memiliki Kos-kosan. Saya tinggal di rumah warga yang beragama Khatolik. Saya
sedikit kurang terbiasa dan sedikit merasa terganggu akibat aktifitas hewan
peliharaannya. Agar tidak merusak hubungan baik dengan mama kos saya putuskan
untuk pindah ke kampung muslim yang tidak
jauh dari rumah mama tersebut. Mama sofie namanya, terlihat sedih melepas kepindahan
kami. Di lelu saya tingal di rumah warga bersama 4 teman
SM3T dan seorang siswa SMA yang merupakan pemilik kontrakan. Dari 4 orang SM3T
tersebut 3 orang merupakan teman SM3T dari LPTK UNES yang di tempatkan di SMA
di kecamatan Lio Timur dan 1 orang dari LPTK yang sama dengan saya dan juga di
tempatkan di tempat yang sama.
Karena sulitnya
alat transportasi, saya dan teman sepenempatan sepakat untuk membeli sepeda
motor. Kami memutuskan membeli sepeda motor bekas sebagai alat transportasi
kami selama berada di wilayah 3T. Alhamdulillah dengan sepeda motor bekas itu
kami jadi lebih terbantu untuk ke pasar membeli kebutuhan sehari-hari dan kami
sekalian bisa menjelajahi kabupaten Ende di waktu senggang dan sering
bersilaturrahmi dengan teman-teman yang berpenempatan di kecamatan tetangga,
sehingga tidak heran kami sering berkumpul di hari-hari libur sekolah.
Selain di
basecamp, saya juga memiliki orangtua angkat di Paga. Di basecamp yang terletak
di kota Ende saya dan teman-teman memiliki orangtua angkat yang asli orang
Minang sedangkan di penempatan saya memiliki orangtua angkat asli orang Lio.
Dan orang tua angkat di paga ini saya dapatkan ketika masih mencari motor bekas
untuk alat transportasi saya ke sekolah. Orang tua angkat yang baru kenal satu
hari ini pun dengan ikhlas meluangkan waktunya ke kabupaten Maumere untuk
mencarikan saya motor bekas. Beliau penuh keikhlasan dan kasihan menolong saya,
karena beliau tahu dari tempat tinggal saya ke sekolah cukup jauh.
Awal sekolah pun
kami mulai dengan perkenalan dengan Guru-guru serta siswa SMPN Satap Detubelo.
Sambutan hangat pun kami terima. Dan lagi saya terkesan akan toleransi di
Kabupaten ini. Banyak hal yang bisa di ambil selama bertugas menjadi guru SM-3T
di sini. Di samping menikmati pemandangannya yang eksotis juga penduduknya yang
ramah-tamah. Saya sangat senang di tempatkan di sini, toleransi yang tinggi
membuat perbedaan menjadi tidak terasa. Namun Pendidikan disini agak membuat
saya terkejut. Di penempatan saya di suguhkan dengan cara mengajar yang bisa di
bilang melanggar HAM, namun guru-guru di sini menerangkan bahwa hal tersebut
harus di lakukan di sini, karena karakter timur yang memang keras. Namun saya
menilai hal itu seharusnya tidak terjadi melihat anak-anak yang juga tidak
terlalu nakal. Dalam hal mengajar PJOK saya terhambat oleh sarana dan prasarana
yang sangat minim. Dengan ketiadaan lapangan olahraga saya harus menggunakan
jalan untuk tempat pengganti lapangan, namun karena adanya kepedulian dari
kepala sekolah dalam melihat saya mengajar di jalanan, kepala sekolah dan
guru-guru serta siswa pada semester II membuatkan sebuah lapangan agar proses
pembelajaran PJOK berjalan lancar.
Ende,
di sini saya mengerti arti sebuah toleransi. Orang-orang dengan
perbedaan-perbedaan yang ada menyatu tanpa perpecahan. Tak salah kota ini disebut sebagai tempat lahirnya
pancasila. Karena begitu kentara toleransi tanpa batas dari masyarakat yang
memang berbeda. Tak pernah sekalipun kehidupan beragama saya terganggu atau
terusik ketika bergabung dengan masyarakat yang mayoritas di sekolah saya
adalah katholik. Mereka menghormati dan menghargai perbedaan yang ada. Di
setiap hari jumat saya selalu di suruh oleh guru-guru di sekolah untuk lebih
cepat pulang dari pada hari biasa untuk menunaikan solat jumat.
Selama saya
bertugas dan mengabdi banyak pengalaman yang saya dapatkan. Masyarakat di sini sangat ramah dan bersahabat.
Pepatah mengatakan jangan pernah melihat buku dari covernya. Di sini saya paham
arti dari pepatah tersebut. Di sini saya banyak bertemu dengan orang-orang yang
dalam pandangan mata saya seorang preman. Tindik di mana-mana, tato seluruh
badan lubang telinga sebesar kelingking namun saya tak menyangka dengan sopan
mereka memanggil saya pak guru. Dan suatu ketika ban motor saya bocor tak
sungkan mereka membantu untuk mencarikan bengkel. Sungguh ironi dengan mereka
para pejabat berdasi yang selalu berjuang untuk kepuasan mereka tanpa
memikirkan hak orang-orang yang telah mereka ambil. Ini Indonesia, ende juga
bagian Indonesia. Mereka selalu berkata pendidikan hanya untuk orang barat,
untuk timur Indonesia pendidikan hanya apa adanya. Sedih hati mendengar keluhan
mereka, namun nyata perbedaan ini terasa.
Perpisahan
dengan kabupaten ini semakin dekat, acara perpisahan yang saya jalani sangat
membuat saya terharu karena tidak hanya di sekolah, di rumah lingkungan tempat
tinggal saya pun tak luput dari acara dengan warga untuk melepas kepergian saya
dan teman-teman satu tempat tinggal. Saya sangat bersyukur telah di tempatkan
di Kabupaten ini. Sejuta
kenangan telah terukir dalam sanubari. Akan selalu terkenang meski telah jauh
di mata.