25 Januari 2017

Published Januari 25, 2017 by with 0 comment

INDAHNYA KEBERSAMAAN DI TENGAH PERBEDAAN



INDAHNYA KEBERSAMAAN DI TENGAH PERBEDAAN
28 Agustus 2014 sebanyak 25 orang SM3T Angkatan IV UNP diberangkatkan Ke Ende NTT Flores. Di Kota Ende kami dipertemukan dengan orang Tua angkat (Ibu As dan Bapak Alianis), dan di Rumah beliaulah bascamp SM3T Ende Angkatan IV. Jika pikiran kalut atau suntuk serta menemui masalah di penempatan selain berbagi kepada teman-teman kepada beliaulah tempat kami mengadu, sebulan sekali kami pulang ke basecamp untuk Rapat perencanaan kegiatan SM3T UNP Angkatan IV atau sekedar sharing tentang permasalahan yang dihadapi dipenempatan.
Setelah penyambutan SM3T Angkatan IV dan pelepasan SM3T Angkatan V di Kantor Bupati Ende, sebelum diberangkatkan ketempat penugasan kami SM3T Angkatan IV ( UNP, UNES dan UNDIKSHA ) difasilitasi Oleh Bupati Ende untuk berwisata ke Danau Tiga Warna Kelimutu, yang mana keindahannya benar-benar membuat takjub atas Ciptaan Kuasa Tuhan.
Tibalah saatnya hari keberangkatan kedaerah penempatan masing-masing, saya sendiri dijemput Oleh salah seorang Guru dari sekolah SMPN Satu Atap Mundinggasa, itulah sekolah tempat saya bertugas kurang lebih selama satu Tahun terakhir belakangan. Rasa cemas yang tidak bisa diungkapkan selama diperjalanan 6 jam dari Kota menuju daerah penempatan, kondisi jalan yang benar-benar buruk membuat wajah pucat pasi, pinggang dan punggung saya dibuat sakit akibat guncangan Truk (Oto Bis Kayu), dengan muatan Oto yang berbaur dengan ternak masyarakat (Anjing Ayam serta Babi).
Setibanya dipenempatan saya disambut oleh Kepala sekolah Agustinus Ghudae NI, S. Pd (sekarang sudah Almarhum) beserta Istri dan keluarga besarnya dirumah mereka (Rumah yang saya tempati selama satu Tahun) Desa Natanangge Kecamatan Maukaro. Belum hilang efek cemas akibat goncangan oto saya kembali dibuat shok, saya disirami air di depan pintu Rumah katanya wajib untuk pendatang baru agar terhindar dari hal-hal buruk. Suara besar, makan setinggi gunung, dan anjing berkeliaran di tempat kami makan merupakan suatu hal yang sangat baru yang saya temui, dalam Sholat saya menangis memikirkan apa yang akan terjadi di kehidupan saya seorang perempuan Singgle di tempat baru dan satu-satunya yang menganut agama Islam di lingkungan Mayoritas Katolik, dan itu adalah pengalaman dan perjalanan terjauh saya yang pertamadari lahir  hingga saya berumur 24 Tahun di waktu itu.
Dikarenakan semua warga beragama Katolik, Pemandangan melihat Babi, Anjing berkeliaran menjilati piring dan perlengkapan memasak menjadi hal biasa yang saya saksikan di sana, namun di luar hal itu itu yang saya rasakan tidak hanya keluarga Kepala Sekolah, hamper keseluruhan Masyarakat desa Natanangge menerima, menyapa ramah dan menyambut kedatangan saya dengan senang hati. Jujur saja di situlah seumur hidup saya merasakan diri saya benar-benar dianggap ada, dihargai, disegani dan boleh dibilang diperhitungkan, anak,kecil remaja sampai Tua semuanya berlaku ramah, saat acara-acara adat disekitar penempatan saya slalu mndapat undangan mengahadiri acara tersebut, seampainya disana di saat semua orang duduk ditanah, saya datang merekla sibuk menyiapkan kursi untuk tempat saya duduk. Saat saya berjalan kaki semuanya menyapa dengan ramah, itulah kebiasaan masyarakat disana yang saya rasa jauh berbeda dengan kita di Kota Padang dengan sipapun bertemu dijalan atau dimanapun mereka pasti saling tegur sapa.
Satu pengalaman yang mungkin tidak akan pernah saya lupakan di sisa hidup saya adalah sebagai wujud toleransi dan rasa menghargai mereka yang tinggi terhadap pendatang dan perbedaan agama di sana saya diminta memotong Sapi. Selain untuk acar adat, begitupun untuk acara Sekolah dan juga di saat Kepala Sekolah yang sekaligus orang yang sudah saya anggap Bapak Wafat, agar Lauk halal untuk saya makan saya telah diminta kurang lebih 4 Ekor Sapi, 1 Ekor Kambing dan Jumlah ayam yang sudah tidak terhitung saya Sembelih disana. Awalnya jangankan Kambing Ayampun tidak pernah saya yang sembelih dikarekan dalam Islam selagi ada lelaki wuslim perempuan tidak diperbolehkan untuk menyembelih Ayam, Sapi dll. Awalnya rasa takut dan khawatir pastilah sangat menghantui saya diminta memotong Sapi, tapi ya itu! rasa penasaran juga ada disaat itu, kapan lagi coba ada kesempatan seperti ini, berangkat dari rasa ingin tahuan itulah saya memberanikan diri. Setelah Sapi di Ikat lalu saya diminta menyembelih sesuai Syari’at Islam dengan disaksikan banyak mata dan didampingi seseorang menutup leher Sapi dengan daun Lontar agar saya tidak terkena Percikan darah si Sapi.
Selanjutnya tentang pengalaman di Sekolah, saya ditempatkan di SMPN  Satu Atap Mundinggasa dengan kondisi Siswa yang patuh, penurut dan benar-benar menghargai yang namanya Guru. Begitupun Guru-guru disana memperlakukan saya dengan baik dan berusaha membuat saya sebetah mungkin berada diantara mereka. Dari segi bangunan menurut saya SMPN  Satu Atap Mundinggasa sudah lumayan bagus, dengan lantai keramik disetiap ruangan, memiliki WC Guru dan Murid, dan waktu itu lagi dibangun Ruangan Perpustakaan, Labor IPA, dan penambahan Ruangan belajar. Cuman Ruangan Kepala Sekolah, wakil dan para guru belum dipisahkan dan hanya dibatasi dengan lemari sebagai sekat pemisah. Sekolah ini memiliki satu Infokus, 5 Laptop dan 2 Komputer serta 2 mesin Printer, yang memang berbeda jauh dengan fasilitas di tempat kita Kota Padang yang hamper serba berkecukupan, kembali berbicara tentang Siswa, mungkin karena Orang Tua dan guru terlalu sering memberikan hukuman dengan dipukuli kepala pake Kayu dengan ukuran yang cukup besar, digampar tidak hanya diwajah akan tetapi dipangkal telinga, mungkin didikan yang keras inilah yang mebuat daya tangkap Siswa sangat rendah. Kata-kata yang diulang dan ditekankan dalam materi pembelajaran sulit untuk mereka ingat, meski fersi pembelajan dirubah sebagaimanapun daya tangkap mereka tetap saja begitu, tidak menyimpan. Tentang kejujuran saya begitu salut, dalam Ujian mereka mengerjakan dengan Jujur, tidak ada yang menyontek apalagi meribut, begitupn alam proses pembelajaran, jika ada salah satu temannya yang membuat keributan sebelum saya menegur temannya sudah menyuruh diam. Namun hasil ujiannya membuat saya geleng-geleng kepala soal yang begitu sangat mudah cuman sekitar 3 orang yang bisa menjawab dengan betul, meski saya merubah cara mengajar tetap saja hasilnya seperti itu, Saya lihat hasil ujian aslinya ditempat guru-guru lain rupanya sama saja, dan bahkan lebih parah, semua nilai Siswa umumnya direkayasa, sebab kepala Sekolah mewajibkan seluruh Siswa nilainya harus Tuntas dan semuanya naik kelas, hal ini yang yang saya herankan tentang nilai Siswa tidak ada yang murni. Namun seiring dengan berlalunya waktu dengan Variasi dan kegigihan tekad, dengan tekad siswa memperoleh nilai yang murni, karena tidak ikhlas rasanya menuntaskan siswa yang tidak pantas Tuntas. Hingga untuk semester dua saya rasa cukup puas dengan hasilnya, lebih dari sebagian Siswa saya Tuntas dalam ulangan, Ujian Mid maupun semester. Hanya beberapa yang nilainya rendah dibawah KKM, dan itupun nilainya layak untuk saya tuntaskan dengan pemberian tugas tambahan.
Tentang kebersamaan di rumah penempatan, Disini saya diperlakukan begitu baik, Bapak dan Mama begitu menghargai Perbedaana Agama, saya dikasih kamar sendiri jadi saya leluasa untuk Sembahyang dan mengaji. Mereka memperlakukan saya seperti anaknya sendiri,hingga tiba saat Kepala sekolah selaku bapak  angkat saya Meninggal Dunia, mungkin karena kebaikannya saya juga begitu merasa kehilangan akibat kepergian beliau, bagaimanapun Jasa beliau takkan terlupakan. Semenjak kepergian Bapak AGustinus Gudhae NI, S.Pd Mama bahkan lebih memperlakukan saya seperti anaknya sendiri, begitupun juga ke- tiga anaknya sudah mengganggap saya seperti kakak mereka, saya kasihan melihat Mama menangis setiap hari di Makam Bapak, Meski saya punya kamar sendiri namun semenjak Bapak meninggal dikarenakan berapa alasan dan isu-isu yang beredar terkait hal Mistis yang dinamakan Suwanggi saya tidak berani lagi tidur sendiri di kamar, semenjak saat itu kami tidur bersama dikamar utama.
Sekian cerita singkat saya, banyak hal yang ingin diungkap tentang pengalaman dan cerita-cerita tentang kebersamaan saya dipenempatan, kebersamaan dengan sesama teman SM3T, di sini saya menemukan kisah baru, cerita baru, indahnya kebersamaan ditengah-tengah perbedaan. Intinya saya bersyukur sekali mengikuti SM3T ini, berkat program ini saya pernah dianggap sangat begitu ada. Semuanya begitu berkesan, memberikan pelajaran dan pengalaman yang cukup berharga di Hidup saya, sekian…ENDE Punya Cerita.
Read More
    email this

18 Januari 2017

Published Januari 18, 2017 by with 0 comment

Kurikulum Negeri yang Selalu berganti



Kurikulum Negeri yang Selalu berganti
Kurikulum Negeri yang Selalu berganti
Pendidikan Indonesia selalu berubah setiap pergantian kabinet di dalam pemerintahan. Untuk setiap pergantian pendidikan tersebut tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan sebuah kurikulum. Belum lagi proses pelaksaannnya yang belum merata di satu sekolah, kurikulum pun berganti lagi. Guru dan siswa mengalami kesusahan dalam berbagai hal. Salah satunya guru harus melakukan pelatihan lagi untuk memahami penerapan kurikulum yang baru. Hal ini juga berdampak pada siswa yang tidak sedikit dikorbankan dengan kurikulum yang berganti-ganti. Satu sekolah pun harus menerapakan kurikulum yang berbeda, dimana kelas X SMA menerapkan kurikulum yang baru sedangkan kelas di atasnya menerapkan kurikulum yang lama.
Perubahan kurikulum ini membutuhkan proses yang lama agar bisa teraplikasikan ke dalam segala lapisan tingkat pendidikan Indonesia. Saat satu kurikulum sedang dalam proses pengadaptasian dan belum seutuhnya bisa diterapkan kurikulum baru pun datang. Dunia pendidikan harus dihantui oleh pemerintah yang bergantis setiap beberapa tahun. Tentunya tidak sedikit biaya yang digelontorkan untuk suatu kebijakan yang mereka buat. Belum lagi jumlah mata pelajaran yang harus dikuasai oleh setiap siswa membuat mereka harus les lagi sepulang sekolah sampai malam . kehidupan mereka diisi dengan pelajaran yang sangat banyak, tetapi masih juga nilai yang mereka peroleh rendah dari standar yang ditentukan. Dan yang system tinggal kelas pun masih berlaku setelah perjuangan keras mereka.
Jika kita boleh melirik pendidikan terbaik di dunia yaitu filandia, mereka menerapkan satu kurikulum dari dulu, tidak merubah –rubah kurikulum, tidak ada system tinggal kelas, siswa yang kurang pandai mendapat perhatian ekstra. Berbeda dengan kita yang pintar semakin mendapat perhatian sedangkan yang bodoh semakin direndahkan. Finlandia juga mewajibkan gurunya minimal berstatus S2 serta gurunya lebih bersifat mentor persiswa sehingga lebih banyak siswa dibimbing oleh guru dalam pembelajaran mereka. Finlandia juga tidak menerapkan system rangking sehingga siswa merasa mempunyai kemampuan yang sama dan bisa menjadi hebat semuanya tanpa terkendala oleh siswa pintar dan sebagainya.
Read More

    email this
Published Januari 18, 2017 by with 0 comment

Dedu Flores Nusa Tenggara Timur




TERIMA KASIH DEDU
Nusa Tenggara Timur
Mungkin Tuhan telah menuliskan jalan takdir saya, salah satunya adalah takdir untuk bertemu kalian, saya sangat percaya akan hal itu dan juga sangat menikmatinya. Tetaplah berjalan anak-anakku, karena saat ini di hadapan kalian hanya ada satu jalan. Walaupun tanpa alas kaki untuk melangkah,walaupun tidak ada uang untuk melepas dahaga,walaupun yang kalian pakai hanyalah seragam bekas, walaupun kalian harus akrab dengan tamparan dan pukulan
Memang berat, tapi Bapak yakin di ujung jalan itu ada banyak jalan yang lebih baik yang dapat kalian pilih, maka berusahalah!
            Aku ditempatkan di SD Katolik Dedu, Kecamatan Ndona,kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur. Disinilah aku memulai kehidupan yang baru berbagi ilmu bersama siswa-siswa kecilku dan seluruh masyarakat Desa Dedu. Aku tinggal bersama keluarga kepala sekolah bapak Leonardus Kapa.
Bapak ingat ketika menghukum kalian untuk hormat bendera selama 20 menit karena tidak tertib selama upacara bendera. Setelah menyelesaikan hukuman, kalian menghampiri Bapak dan langsung berlutut.
“Kenapa kalian berlutut? Cepat masuk kelas!”
“Bapak tidak mau pukul atau tampar kami kah?” jawab salah satu murid.
Pertanyaan yang membuat saya membayangkan betapa kalian sangat akrab dengan lingkungan belajar yang keras selama ini.
Sabar ya, jangan patah semangat, jika kalian lebih disiplin semuanya akan selesai.
Saat menjelang Ujian Akhir Sekolah, disitu Bapak dapat melihat jelas apa itu arti semangat. Belajar malam adalah menu tambahan untuk bekal ujian kalian, padahal seharusnya itu adalah waktu kalian untuk beristirahat atau sekedar memanjakan diri dengan orang tua. Namun, kalian harus berjalan jauh kerumah Bapak untuk belajar. Bapak tahu kalian letih karena ada kebun yang selalu menunggu kalian untuk dikunjungi seusai bersekolah.
Bapak tahu kalian harus berjalan jauh ke rumah Bapak berteman dengan gelap

Jangan takut letih .... Jangan takut gelap ...... Tetaplah belajar!

Kalian harus yakin, letih itu akan terbayar suatu saat nanti. Kalian harus yakin, kalian dapat mengubah gelap itu menjadi terang suatu saat nanti. Tidak selamanya saya lebih baik dari kalian, banyak pelajaran berharga yang saya dapatkan selama bersama kalian.
Saya belajar apa itu kesederhanaan
Saya belajar apa itu toleransi
Saya belajar apa itu ketulusan
Saya belajar apa itu kasih sayang
Ya, selama 1 tahun ini saya lebih membuka mata tentang hal-hal yang seharusnya sudah saya mengerti dari dulu, itu berkat kalian. Tidak ada waktu yang lebih berharga selain saat makan bersama dengan keluarga, setelah seharian memeras keringat. Memang mungkin hanya dengan nasi bercampur jagung ataupun ubi, lombok untuk menambah rasa, sayur daun paku yang kita cari di tepi sungai, dan sedikit lauk jika ada, namun semua itu cukup untuk menutup hari dengan senyum kebahagiaan.
Saya adalah kaum minoritas disini, pedatang dengan budaya yang berbeda dan kepercayaan yang berbeda. Namun, mereka sangat-sangatlah paham akan hal itu.
“Pak Guru, besok tolong bantu dekorasi gereja ya!”
“Ini sudah jam 6, Pak Guru pergi sholat dulu nanti baru balik kesini lagi bantu kami.”
“Pak Guru sudah dulu mengajarnya, siap-siap turun kota Sholat Jumat dulu.”
Orang-orang disini mengajarkan saya akan arti toleransi yang begitu besar, mereka mengesampingkan perbedaan demi sebuah persaudaraan.
Saya dapat merasakan ketulusan kalian, kalian membuat saya merasakan tempat ini adalah rumah saya juga. Semua yang kalian punya selalu kalian tawarkan saat saya berkunjung kerumah, kalian juga selalu menawarkan bantuan sesuatu yang kalian miliki.
“Bapak, besok pergi kebun ya, kita makan kelapa.”
“Bapak, sebentar sore kita petik durian.”
“Bapak, singgah rumah sebentar, kita minum kopi dulu sama makan ubi.”
“Bapak, ini ada pisang, biar Bapak bawa ke rumah e.”
Walaupun mungkin itu kecil, namun ketulusan yang kalian berikan sangatlah berharga.
Saat itu, ada kabar untuk mama agar segera mengirim uang guna membayar kuliah anaknya, padahal uang yang ia pegang belumlah cukup.
“Iya tenang saja, mama sudah ada uang untuk bayar kuliah, segera mama akan kirim, dijaga belajarnya dan kesehatannya di sana ya.”
Mama tidak mau anaknya tahu jika ia belum memiliki cukup uang, ia tidak mau membuat anaknya kecewa. Di hari tepat setelah mendengar kabar ari anaknya, mama langsung menyibukkan diri memecah kemiri. Ia sampai lupa kalau tidak ada matahari lagi di luar rumah. Pagi harinya, saya sudah melihat 1 karung penuh terisi kemiri dan 1 karung yang terisi setengahnya saja.
“Pak Guru, bisa tolong antar mama jual kemiri ke pasar?”
Saya membonceng mama dengan 2 karung kemiri yang saya taruh di bagian depan motor. Mama mendapatkan uang Rp 786.000,00 untuk 2 karung kemiri yang ia jual.
Semua uang itu langsung mama kirim kepada anaknya dengan ditambah sedikit uang yang ia punya. “Anak, mama sudah kirim uangnya,coba dicek dulu!Dijaga belajarnya dan kesehatannya di sana ya.”
Setelah memberikan kabar kepada anaknya tampaklah suatu kelegaan dalam senyuman kecil mama.
 Juga saat saya terbangun dari tidur di tengah malam dan hendak ke kamar mandi, saya melihat mama masih sibuk dengan tumbukan kopinya sambil menunggu gorengan teri di sebelahnya.
“Untuk apa Ma, sudah malam begini belum istirahat juga?”
“Hehe, ini Pak Guru, mama ada tumbuk kopi sama goreng teri untuk kirim anak di Surabaya, mereka suka sekali kopi sama teri ini.”
Entah kenapa air mata saya keluar, mungkin karena rindu, atau mungkin karena saya menjadi tahu dengan jelas perjuangan orang tua untuk membuat anaknya senang.
Kadang mereka lupa akan umur mereka yang sudah renta, mereka juga lupa akan rasa letih, mereka juga mengabaikan rasa malu, semua itu hanya demi membahagiakan anaknya.
Terima kasih telah mengajarkan saya besarnya kasih sayang orang tua kepada anaknya.
Kesempatan seperti ini tidak akan bisa dibeli. Di Kampung Dedu, tempat yang begitu sederhana ini saya mengenal banyak hal, arti perjuangan, arti besar sebuah senyuman yang begitu sederhana dan arti kebersamaan bersama kalian tanpa terpaku status sosial.  Terimakasih semua, kalian telah menjadi bagian dari perjalanan hidup saya, dan dari kalian saya bisa belajar akan kehidupan.
Secuil kenangan bersama kalian pasti sangat sulit dilupakan, kebersamaan bersama kalianlah yang akan selalu terkenang. Disini saya pernah singgah, dan semoga saya tetap selalu ada di hati kalian.
Sampai jumpa lagi Dedu.


RIKY VORERA, S.Pd (201431113)
SM-3T UNP Angkatan IV
Dedu, Ndona, Ende, NTT


Read More
    email this