Malam hari pertama saya tidur di wologai, dingginnya udara malam
merasuk sampai ke sum-sum tulang. Bahkan saya tidak bisa terlelap sedikitpun.
Sepanjang malam saya terjaga karena angin malam yang terlalu dingin masuk ke kamar karena keadaan kamar yang sudah bolong-bolong tersebut.
suara-suara anjing saling berganti menggonggong di malam hari, tambah membuat saya tidak bisa
tidur. Saya benar-benar merasa takut, ditambah lagi penerangan tidak ada, saya
nyalakan lilin namun terus mati apinya karena ditiup angin. Hingga sampai
esok paginya saya bangun. Sekitar
jam 5 saya bangun dan saya
hendak mandi. Walaupun pagi hari sangatlah dingin karena daerah ini berada di
puncak gunung, namun saya harus memaksakan
diri untuk mandi. Kenapa?
Karena kamar mandi yang ada di rumah tersebut hanya satu sedangkan
yang tinggal di rumah tersebut tidak hanya saya sendiri. Ada 4 kamar di rumah
tersebut. Ada 4 orang guru dan 2 orang sudah berkeluarga dengan membawa istri
dan anak-anaknya ikut serta tinggal di rumah tersebut. Kamar mandi itu pun juga tidak layak lagi, pintu kamar mandi
yang tidak ada dan hanya di tutup dengan seng membuat saya tidak nyaman mandi
jikalau nanti terbuka sendiri.
Jika saya mandi dalam kondisi dimana guru-guru yang lain masih tidur saya
merasa nyaman, tanpa khawatir jika nanti ada yang ngantri ke kamar mandi juga. Saya shalat subuh dan selesai berpakaian untuk ke sekolah jam 6 , namun saya lihat di sekeliling belum ada teman guru
yang bangun. Mereka masih tertidur padahal matahari sudah keluar dari
persembunyiannya.
Saya
pergi ke sekolah di
hari pertama dan beberapa siswa pun
sudah mulai ada yang datang. Saya
rang pertama yang datang ke sekolah. Saya membuka kunci pintu kantor karena
tadi pak Pak Jimmi yang satu rumah dengan saya memberikan kunci agar saya bisa
masuk ke kantor majelis guru. Aktifitas
sekolah dimulai pukul 07.15.
lonceng dibunyikan pukul 07.15 siswa-siswa berbaris di lapangan. Mereka
menyebutnya apel pagi. Mereka berdoa dan bernyanyi sebelum masuk ke kelas.
Namun, lagu yang mereka nyanyikan bukan lah lagu mengenai pendidikan nasional,
akan tetapi itu adalah lagu sesuai agama mereka yaitu katolik. Lagu pertama
yang saya dengar itu berjudul “Bunda Maria”.
Siswa-siswa yang sekolah di SMPN Satap Wologai ini tidak hanya berasal dari desa wologai, namun juga datang dari desa tetangga, seperti boafeo, gego, wololaja, mbani, kanakera, boro, dan mbotutanda.
Desa-desa ini memiliki jarak yang sangat jauh dengan wologai. Perjalanan mereka
ke sekolah bisa mencapai waktu selama 1 sampai 2 jam. Maka mereka harus
berangkat dari rumah sekitar jam 5 pagi. Namun, saya perhatikan, jarak yang
sangat jauh tersebut tidak mengurangi sedikitpun keinginan mereka untuk datang
ke sekolah. Kalau dari
segi fisik, memang siswa disini banyak yang sudah melebihi layaknya seorang
siswa SMP. Mereka memiliki badan yang cukup besar. Setelah saya ketehui
ternyata ada yang umurnya Cuma 3 tahun di bawah umur saya. Beberapa diantara
mereka ada yang telah berumur 19-22 tahun. Umur yang seharusnya mereka sudah
berada di bangku perguruan tinggi. Ya, begitulah wologai, dengan lingkungan
yang terbatas membuat mereka susah untuk sekolah dan melanjutkan pendidikan.
Namun, saya sangat salut dengan perjuangan mereka datang ke sekolah untuk mendapatkan butir-butir
ilmu pengetahuan.
Setelah mereka selesai berdoa, pak jimmi yang memimpin apel pagi kali ini
memperkenalkan saya kepada siswa. Memang dari tadi mereka terus melihat ke arah
saya, mungkin karena melihat ada wajah baru di sekolah. Perkenalan singkatpun
selesai dan seluruh anak-anak disiapkan untuk masuk ke dalam kelas
masing-masing.
Saya ditugaskan untuk mengajar IPA di kelas VIII yang
merupakan bidang jurusan saya. Selain itu saya juga ditugaskan mengajar
matematika di kelas VII dan untuk satu semester saya juga dibebankan mengajar
bahasa inggris di kelas IX. Ya, saya mengajar 3 mata pelajaran. Kenapa? Sekolah
ini memang memiliki guru yang cukup. Namun, guru yang sudah PNS, itu baru satu
orang yaitu kepala sekolah. Wakil kepala sekolah dan guru-guru lainnya itu
masih merupakan guru honor yang terkadang digaji sekali 3 bulan. Hal ini
membuat guru tersebut terkadang malas untuk berangkat ke sekolah. Mereka lebih
memilih mengurus kebun jika musim panen sudah datang untuk mencukupi kebutuhan
keluarganya. Ya, bisa dikatakan dalam satu hari guru yang ada di sekolah itu
Cuma 3 sampai 4 orang dari 11 orang guru yang terdaftar. Bahkan yang datang
tepat waktu itu sangat jarang. Kebanyakan guru akan datang jam 8 bahakn jam 9 baru
mereka hadir di sekolah. Sehingga banyak kelas yang gurunya belum hadir di pagi
hari.
Beberapa siswa di sekolah belum bisa menggunakan
Bahasa Indonesia, mereka lebih cendrung berbahasa daerah ketika belajar di
sekolah. Hal ini membuat saya sedikit kewalahan pada awalnya. Saya harus cepat
belajar menggunakan bahasa ende agar interaksi saya dengan siswa berjalan
dengan lancar. Siswa tersebut juga turut membantu saya dalam belajar bahasa
daerah mereka, mereka berebutan memberi tahu saya ketika jam istirahat sekolah,
kata-kata yang sering mereka ucapkan sehari-hari, kemudian saya mencatatnya
kedalam buku. Buku itu saya beri nama “Kamus Bahasa Ende”. Begitulah setiap harinya saya beraktivitas di sekolah yang
di mulai dari jam 6 pagi. Hampir setiap hari saya membuka pintu sekolah dan
memimpin apel pagi.
0 komentar:
Posting Komentar