Memang berat,
tapi Bapak yakin di ujung jalan itu ada banyak jalan yang lebih baik yang dapat
kalian pilih, maka berusahalah!
Aku ditempatkan di SD
Katolik Dedu, Kecamatan Ndona,kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur. Disinilah aku
memulai kehidupan yang baru berbagi ilmu bersama siswa-siswa kecilku dan
seluruh masyarakat Desa Dedu. Aku tinggal bersama keluarga kepala sekolah bapak
Leonardus Kapa.
Bapak
ingat ketika menghukum kalian untuk hormat bendera selama 20 menit karena tidak
tertib selama upacara bendera. Setelah menyelesaikan hukuman, kalian
menghampiri Bapak dan langsung berlutut.
“Kenapa kalian
berlutut? Cepat masuk kelas!”
“Bapak tidak
mau pukul atau tampar kami kah?” jawab salah satu murid.
Pertanyaan yang
membuat saya membayangkan betapa kalian sangat akrab dengan lingkungan belajar
yang keras selama ini.
Sabar ya,
jangan patah semangat, jika kalian lebih disiplin semuanya akan selesai.
Saat
menjelang Ujian Akhir Sekolah, disitu Bapak dapat melihat jelas apa itu arti
semangat. Belajar malam adalah menu tambahan untuk bekal ujian kalian, padahal
seharusnya itu adalah waktu kalian untuk beristirahat atau sekedar memanjakan
diri dengan orang tua. Namun, kalian harus berjalan jauh kerumah Bapak untuk
belajar. Bapak tahu
kalian letih karena ada kebun yang selalu menunggu kalian untuk dikunjungi
seusai bersekolah.
Bapak tahu
kalian harus berjalan jauh ke rumah Bapak berteman dengan gelap
Jangan takut letih .... Jangan takut gelap ...... Tetaplah belajar!
Kalian
harus yakin, letih itu akan terbayar suatu saat nanti. Kalian
harus yakin, kalian dapat mengubah gelap itu menjadi terang suatu saat nanti. Tidak
selamanya saya lebih baik dari kalian, banyak pelajaran berharga yang saya
dapatkan selama bersama kalian.
Saya belajar apa itu kesederhanaan
Saya belajar apa itu toleransi
Saya belajar apa itu ketulusan
Saya belajar apa itu kasih sayang
Ya, selama 1
tahun ini saya lebih membuka mata tentang hal-hal yang seharusnya sudah saya
mengerti dari dulu, itu berkat kalian. Tidak
ada waktu yang lebih berharga selain saat makan bersama dengan keluarga,
setelah seharian memeras keringat. Memang mungkin hanya dengan nasi bercampur
jagung ataupun ubi, lombok untuk menambah rasa, sayur daun paku yang kita cari
di tepi sungai, dan sedikit lauk jika ada, namun semua itu cukup untuk menutup
hari dengan senyum kebahagiaan.
Saya
adalah kaum minoritas disini, pedatang dengan budaya yang berbeda dan
kepercayaan yang berbeda. Namun, mereka sangat-sangatlah paham akan hal itu.
“Pak Guru,
besok tolong bantu dekorasi gereja ya!”
“Ini sudah jam
6, Pak Guru pergi sholat dulu nanti baru balik kesini lagi bantu kami.”
“Pak Guru sudah
dulu mengajarnya, siap-siap turun kota Sholat Jumat dulu.”
Orang-orang disini mengajarkan saya akan arti toleransi yang begitu besar, mereka mengesampingkan perbedaan demi sebuah persaudaraan.
Orang-orang disini mengajarkan saya akan arti toleransi yang begitu besar, mereka mengesampingkan perbedaan demi sebuah persaudaraan.
Saya
dapat merasakan ketulusan kalian, kalian membuat saya merasakan tempat ini
adalah rumah saya juga. Semua yang kalian punya selalu kalian tawarkan saat
saya berkunjung kerumah, kalian juga selalu menawarkan bantuan sesuatu yang
kalian miliki.
“Bapak, besok pergi
kebun ya, kita makan kelapa.”
“Bapak,
sebentar sore kita petik durian.”
“Bapak, singgah
rumah sebentar, kita minum kopi dulu sama makan ubi.”
“Bapak, ini ada
pisang, biar Bapak bawa ke rumah e.”
Walaupun
mungkin itu kecil, namun ketulusan yang kalian berikan sangatlah berharga.
Saat
itu, ada kabar untuk mama agar segera mengirim uang guna membayar kuliah
anaknya, padahal uang yang ia pegang belumlah cukup.
“Iya tenang saja, mama sudah ada uang untuk bayar kuliah, segera mama akan kirim, dijaga belajarnya dan kesehatannya di sana ya.”
Mama tidak mau anaknya tahu jika ia belum memiliki cukup uang, ia tidak mau membuat anaknya kecewa. Di hari tepat setelah mendengar kabar ari anaknya, mama langsung menyibukkan diri memecah kemiri. Ia sampai lupa kalau tidak ada matahari lagi di luar rumah. Pagi harinya, saya sudah melihat 1 karung penuh terisi kemiri dan 1 karung yang terisi setengahnya saja.
“Pak Guru, bisa tolong antar mama jual kemiri ke pasar?”
Saya membonceng mama dengan 2 karung kemiri yang saya taruh di bagian depan motor. Mama mendapatkan uang Rp 786.000,00 untuk 2 karung kemiri yang ia jual.
“Iya tenang saja, mama sudah ada uang untuk bayar kuliah, segera mama akan kirim, dijaga belajarnya dan kesehatannya di sana ya.”
Mama tidak mau anaknya tahu jika ia belum memiliki cukup uang, ia tidak mau membuat anaknya kecewa. Di hari tepat setelah mendengar kabar ari anaknya, mama langsung menyibukkan diri memecah kemiri. Ia sampai lupa kalau tidak ada matahari lagi di luar rumah. Pagi harinya, saya sudah melihat 1 karung penuh terisi kemiri dan 1 karung yang terisi setengahnya saja.
“Pak Guru, bisa tolong antar mama jual kemiri ke pasar?”
Saya membonceng mama dengan 2 karung kemiri yang saya taruh di bagian depan motor. Mama mendapatkan uang Rp 786.000,00 untuk 2 karung kemiri yang ia jual.
Semua
uang itu langsung mama kirim kepada anaknya dengan ditambah sedikit uang yang
ia punya. “Anak, mama
sudah kirim uangnya,coba dicek dulu!Dijaga belajarnya dan kesehatannya di sana
ya.”
Setelah
memberikan kabar kepada anaknya tampaklah suatu kelegaan dalam senyuman kecil
mama.
Juga saat
saya terbangun dari tidur di tengah malam dan hendak ke kamar mandi, saya
melihat mama masih sibuk dengan tumbukan kopinya sambil menunggu gorengan teri
di sebelahnya.
“Untuk apa Ma, sudah
malam begini belum istirahat juga?”
“Hehe, ini Pak
Guru, mama ada tumbuk kopi sama goreng teri untuk kirim anak di Surabaya,
mereka suka sekali kopi sama teri ini.”
Entah kenapa
air mata saya keluar, mungkin karena rindu, atau mungkin karena saya menjadi
tahu dengan jelas perjuangan orang tua untuk membuat anaknya senang.
Kadang
mereka lupa akan umur mereka yang sudah renta, mereka juga lupa akan rasa
letih, mereka juga mengabaikan rasa malu, semua itu hanya demi membahagiakan
anaknya.
Terima kasih
telah mengajarkan saya besarnya kasih sayang orang tua kepada anaknya.
Kesempatan
seperti ini tidak akan bisa dibeli. Di Kampung
Dedu, tempat yang begitu sederhana ini saya mengenal banyak hal, arti perjuangan,
arti besar sebuah senyuman yang begitu sederhana dan arti kebersamaan bersama kalian
tanpa terpaku status sosial. Terimakasih semua, kalian telah menjadi bagian dari perjalanan
hidup saya, dan dari kalian saya bisa belajar akan kehidupan.
Secuil kenangan
bersama kalian pasti sangat sulit dilupakan, kebersamaan bersama kalianlah yang
akan selalu terkenang. Disini saya
pernah singgah, dan semoga saya tetap selalu ada di hati kalian.
Sampai jumpa
lagi Dedu.
RIKY VORERA, S.Pd (201431113)
SM-3T UNP Angkatan IV
Dedu, Ndona, Ende, NTT
0 komentar:
Posting Komentar