1 Januari 2017

Published Januari 01, 2017 by with 0 comment

Di Negeri Mutiara Hitam Berwawasan Kebangsaan



Mutiara Hitam
Kami tidak pernah membayangkan akan menginjakan kaki di tanah papua. Saat pertama kali datang di negeri mutiara hitam ini kami disambut oleh keterbukaan, alam yang terbuka sampai orang-orangnya yang juga terbuka. Salah satu teman saya meminta izin untuk berfoto  dengan salah satu bapak yang menggunakan koteka. Ternyata setelah difoto , bapak tersebut meminta kami untuk membayar nya masing masing sepuluh ribu. Jadilah kami membayar 50 ribuan untuk semuanya. Setelah kejadian tersebut, dosen kami menasehati kami untuk tidak sembarangan berfoto dengan penduduk setempat serta diwanti wanti untuk tidak keluruyan dan keluar malam-malam.
Tenyata hal-hal yang kami takutkan sebeelumnya berbeda dengan penyambutan yang diberikan oleh bapak buapati setempat keesokan harinya. Mereka menyambut kami dengan rasa kekeluargaan yang tinggi , ramah ramah dan baik. Kami beremapat dapat tempat pengabdian di sebuah SD dan semuanya perempuan. Saat awal kedatang disekolah tersebut kami tidak menemukan tiang bendera sehingga kami dengan susah payah membuat tiang bendera untuk kelangsungan upacara yang ada setiap hari seninnya. Nah, salah stu lelaki yang krang waras datang setiap hari ke seklah tempat kami mengajar, dia senang mengunjungi kami dan mengangap kami sebagai pramugrai. Saya sendiri merasa seperti primadona yang di elu- elukan oleh masyarakat setempat. Orang gila tadi ini sering ikt upacara bendera, bahkan settipa hari dia selalu hormat kepada bendera merah putih yang berkibar di halam sekolah SD ini. Bahkan sore pun dia juga hormat ketika bendera ditirunkan dan hormat lagi saat bendera tersebut dinaikan paginya.
Story By : RPS 
    email this

0 komentar:

Posting Komentar