Kami tidak pernah membayangkan akan menginjakan
kaki di tanah papua. Saat pertama kali datang di negeri mutiara hitam ini kami
disambut oleh keterbukaan, alam yang terbuka sampai orang-orangnya yang juga
terbuka. Salah satu teman saya meminta izin untuk berfoto dengan salah satu bapak yang menggunakan koteka.
Ternyata setelah difoto , bapak tersebut meminta kami untuk membayar nya masing
masing sepuluh ribu. Jadilah kami membayar 50 ribuan untuk semuanya. Setelah
kejadian tersebut, dosen kami menasehati kami untuk tidak sembarangan berfoto dengan
penduduk setempat serta diwanti wanti untuk tidak keluruyan dan keluar
malam-malam.
Tenyata hal-hal yang kami takutkan sebeelumnya
berbeda dengan penyambutan yang diberikan oleh bapak buapati setempat keesokan
harinya. Mereka menyambut kami dengan rasa kekeluargaan yang tinggi , ramah
ramah dan baik. Kami beremapat dapat tempat pengabdian di sebuah SD dan
semuanya perempuan. Saat awal kedatang disekolah tersebut kami tidak menemukan
tiang bendera sehingga kami dengan susah payah membuat tiang bendera untuk
kelangsungan upacara yang ada setiap hari seninnya. Nah, salah stu lelaki yang
krang waras datang setiap hari ke seklah tempat kami mengajar, dia senang
mengunjungi kami dan mengangap kami sebagai pramugrai. Saya sendiri merasa
seperti primadona yang di elu- elukan oleh masyarakat setempat. Orang gila tadi
ini sering ikt upacara bendera, bahkan settipa hari dia selalu hormat kepada
bendera merah putih yang berkibar di halam sekolah SD ini. Bahkan sore pun dia
juga hormat ketika bendera ditirunkan dan hormat lagi saat bendera tersebut
dinaikan paginya.
Story By : RPS
0 komentar:
Posting Komentar