28
Agustus 2014 sebanyak 25 orang SM3T Angkatan IV UNP diberangkatkan Ke Ende NTT
Flores. Di Kota Ende kami dipertemukan dengan orang Tua angkat (Ibu As dan
Bapak Alianis), dan di Rumah beliaulah bascamp SM3T Ende Angkatan IV. Jika
pikiran kalut atau suntuk serta menemui masalah di penempatan selain berbagi
kepada teman-teman kepada beliaulah tempat kami mengadu, sebulan sekali kami
pulang ke basecamp untuk Rapat perencanaan kegiatan SM3T UNP Angkatan IV atau
sekedar sharing tentang permasalahan yang dihadapi dipenempatan.
Setelah
penyambutan SM3T Angkatan IV dan pelepasan SM3T Angkatan V di Kantor Bupati
Ende, sebelum diberangkatkan ketempat penugasan kami SM3T Angkatan IV ( UNP,
UNES dan UNDIKSHA ) difasilitasi Oleh Bupati Ende untuk berwisata ke Danau Tiga
Warna Kelimutu, yang mana keindahannya benar-benar membuat takjub atas Ciptaan Kuasa
Tuhan.
Tibalah
saatnya hari keberangkatan kedaerah penempatan masing-masing, saya sendiri
dijemput Oleh salah seorang Guru dari sekolah SMPN Satu Atap Mundinggasa,
itulah sekolah tempat saya bertugas kurang lebih selama satu Tahun terakhir
belakangan. Rasa cemas yang tidak bisa diungkapkan selama diperjalanan 6 jam
dari Kota menuju daerah penempatan, kondisi jalan yang benar-benar buruk membuat
wajah pucat pasi, pinggang dan punggung saya dibuat sakit akibat guncangan Truk
(Oto Bis Kayu), dengan muatan Oto yang berbaur dengan ternak masyarakat (Anjing
Ayam serta Babi).
Setibanya
dipenempatan saya disambut oleh Kepala sekolah Agustinus Ghudae NI, S. Pd
(sekarang sudah Almarhum) beserta Istri dan keluarga besarnya dirumah mereka
(Rumah yang saya tempati selama satu Tahun) Desa Natanangge Kecamatan Maukaro.
Belum hilang efek cemas akibat goncangan oto saya kembali dibuat shok, saya
disirami air di depan pintu Rumah katanya wajib untuk pendatang baru agar
terhindar dari hal-hal buruk. Suara besar, makan setinggi gunung, dan anjing berkeliaran
di tempat kami makan merupakan suatu hal yang sangat baru yang saya temui, dalam
Sholat saya menangis memikirkan apa yang akan terjadi di kehidupan saya seorang
perempuan Singgle di tempat baru dan
satu-satunya yang menganut agama Islam di lingkungan Mayoritas Katolik, dan itu
adalah pengalaman dan perjalanan terjauh saya yang pertamadari lahir hingga saya berumur 24 Tahun di waktu itu.
Dikarenakan
semua warga beragama Katolik, Pemandangan melihat Babi, Anjing berkeliaran menjilati
piring dan perlengkapan memasak menjadi hal biasa yang saya saksikan di sana, namun
di luar hal itu itu yang saya rasakan tidak hanya keluarga Kepala Sekolah, hamper
keseluruhan Masyarakat desa Natanangge menerima, menyapa ramah dan menyambut
kedatangan saya dengan senang hati. Jujur saja di situlah seumur hidup saya
merasakan diri saya benar-benar dianggap ada, dihargai, disegani dan boleh
dibilang diperhitungkan, anak,kecil remaja sampai Tua semuanya berlaku ramah,
saat acara-acara adat disekitar penempatan saya slalu mndapat undangan
mengahadiri acara tersebut, seampainya disana di saat semua orang duduk
ditanah, saya datang merekla sibuk menyiapkan kursi untuk tempat saya duduk.
Saat saya berjalan kaki semuanya menyapa dengan ramah, itulah kebiasaan
masyarakat disana yang saya rasa jauh berbeda dengan kita di Kota Padang dengan
sipapun bertemu dijalan atau dimanapun mereka pasti saling tegur sapa.
Satu
pengalaman yang mungkin tidak akan pernah saya lupakan di sisa hidup saya
adalah sebagai wujud toleransi dan rasa menghargai mereka yang tinggi terhadap
pendatang dan perbedaan agama di sana saya diminta memotong Sapi. Selain untuk
acar adat, begitupun untuk acara Sekolah dan juga di saat Kepala Sekolah yang
sekaligus orang yang sudah saya anggap Bapak Wafat, agar Lauk halal untuk saya makan saya telah diminta
kurang lebih 4 Ekor Sapi, 1 Ekor Kambing dan Jumlah ayam yang sudah tidak
terhitung saya
Sembelih disana. Awalnya jangankan Kambing Ayampun tidak pernah
saya yang sembelih dikarekan dalam Islam selagi ada lelaki wuslim perempuan
tidak diperbolehkan untuk menyembelih Ayam, Sapi dll. Awalnya rasa takut dan
khawatir pastilah sangat menghantui saya diminta memotong Sapi, tapi ya itu!
rasa penasaran juga ada disaat itu, kapan lagi coba ada kesempatan seperti ini,
berangkat dari rasa ingin tahuan itulah saya memberanikan diri. Setelah Sapi di
Ikat lalu saya diminta menyembelih sesuai Syari’at Islam dengan disaksikan
banyak mata dan didampingi seseorang menutup leher Sapi dengan daun Lontar agar
saya tidak terkena Percikan darah si Sapi.
Selanjutnya
tentang pengalaman di Sekolah, saya ditempatkan di SMPN Satu Atap Mundinggasa dengan kondisi Siswa
yang patuh, penurut dan benar-benar menghargai yang namanya Guru. Begitupun
Guru-guru disana memperlakukan saya dengan baik dan berusaha membuat saya
sebetah mungkin berada diantara mereka. Dari segi bangunan menurut saya SMPN Satu Atap Mundinggasa sudah lumayan bagus,
dengan lantai keramik disetiap ruangan, memiliki WC Guru dan Murid, dan waktu
itu lagi dibangun Ruangan Perpustakaan, Labor IPA, dan penambahan Ruangan
belajar. Cuman Ruangan Kepala Sekolah, wakil dan para guru belum dipisahkan dan
hanya dibatasi dengan lemari sebagai sekat pemisah. Sekolah ini memiliki satu
Infokus, 5 Laptop dan 2 Komputer serta 2 mesin Printer, yang memang berbeda
jauh dengan fasilitas di tempat kita Kota Padang yang hamper serba
berkecukupan, kembali berbicara tentang Siswa, mungkin karena Orang Tua dan
guru terlalu sering memberikan hukuman dengan dipukuli kepala pake Kayu dengan
ukuran yang cukup besar, digampar tidak hanya diwajah akan tetapi dipangkal
telinga, mungkin didikan yang keras inilah yang mebuat daya tangkap Siswa
sangat rendah. Kata-kata yang diulang dan ditekankan dalam materi pembelajaran
sulit untuk mereka ingat, meski fersi pembelajan dirubah sebagaimanapun daya
tangkap mereka tetap saja begitu, tidak menyimpan. Tentang kejujuran saya
begitu salut, dalam Ujian mereka mengerjakan dengan Jujur, tidak ada yang
menyontek apalagi meribut, begitupn alam proses pembelajaran, jika ada salah
satu temannya yang membuat keributan sebelum saya menegur temannya sudah
menyuruh diam. Namun hasil ujiannya membuat saya geleng-geleng kepala soal yang
begitu sangat mudah cuman sekitar 3 orang yang bisa menjawab dengan betul,
meski saya merubah cara mengajar tetap saja hasilnya seperti itu, Saya lihat
hasil ujian aslinya ditempat guru-guru lain rupanya sama saja, dan bahkan lebih
parah, semua nilai Siswa umumnya direkayasa, sebab kepala Sekolah mewajibkan
seluruh Siswa nilainya harus Tuntas dan semuanya naik kelas, hal ini yang yang
saya herankan tentang nilai Siswa tidak ada yang murni. Namun seiring dengan
berlalunya waktu dengan Variasi dan kegigihan tekad, dengan tekad siswa
memperoleh nilai yang murni, karena tidak ikhlas rasanya menuntaskan siswa yang
tidak pantas Tuntas. Hingga untuk semester dua saya rasa cukup puas dengan
hasilnya, lebih dari sebagian Siswa saya Tuntas dalam ulangan, Ujian Mid maupun
semester. Hanya beberapa yang nilainya rendah dibawah KKM, dan itupun nilainya
layak untuk saya tuntaskan dengan pemberian tugas tambahan.
Tentang
kebersamaan di rumah penempatan, Disini saya diperlakukan begitu baik, Bapak
dan Mama begitu menghargai Perbedaana Agama, saya dikasih kamar sendiri jadi
saya leluasa untuk Sembahyang dan mengaji. Mereka memperlakukan saya seperti
anaknya sendiri,hingga tiba saat Kepala sekolah selaku bapak angkat saya Meninggal Dunia, mungkin karena
kebaikannya saya juga begitu merasa kehilangan akibat kepergian beliau,
bagaimanapun Jasa beliau takkan terlupakan. Semenjak kepergian Bapak AGustinus
Gudhae NI, S.Pd Mama bahkan lebih memperlakukan saya seperti anaknya sendiri,
begitupun juga ke- tiga anaknya sudah mengganggap saya seperti kakak mereka,
saya kasihan melihat Mama menangis setiap hari di Makam Bapak, Meski saya punya
kamar sendiri namun semenjak Bapak meninggal dikarenakan berapa alasan dan
isu-isu yang beredar terkait hal Mistis yang dinamakan Suwanggi saya tidak
berani lagi tidur sendiri di kamar, semenjak saat itu kami tidur bersama
dikamar utama.
Sekian
cerita singkat saya, banyak hal yang ingin diungkap tentang pengalaman dan
cerita-cerita tentang kebersamaan saya dipenempatan, kebersamaan dengan sesama
teman SM3T, di sini saya menemukan kisah baru, cerita baru, indahnya
kebersamaan ditengah-tengah perbedaan. Intinya saya bersyukur sekali mengikuti
SM3T ini, berkat program ini saya pernah dianggap sangat begitu ada. Semuanya
begitu berkesan, memberikan pelajaran dan pengalaman yang cukup berharga di
Hidup saya, sekian…ENDE Punya Cerita.
0 komentar:
Posting Komentar