10 Januari 2016

Published Januari 10, 2016 by with 0 comment

Perjalanan Malam yang Mencekam Membelah Pegunungan ketika Isu Upacara Adat Pemotongan Kepala Manusia Beredar




Rabu, 10 september 2015

Pak Christoforus mengajak da turun ke Moni sekaligus mengambil barang-barang da yang masih tinggal sebagian di rumah kepsek. Senja yang indah mengantar perjalanan kami membelah pegunungan ratenggoji. Bulan purnama pun ikut serta meramaikan keindahan alam di lembah yang kelam ini. Da juga sangat senang bisa keluar dari lembah yang serasa sudah memenjarakan da dari dunia luar seabad rasanya. Padahal baru dua hari da di sini sudah membuat da bisa melepaskan kelegaan di hati ini. Walaupun tidak ke Ibukota kabupaten setidaknya bisa menghirup udara segar sembari merefresh otak dari kemonoan.

Sesekali da tetap harus berjalan kaki di gelap nya malam ketika menghadapi jalan yang menanjak tajam.  Gelapnya malam membuat da terdiam dan hanya berbicara sesekali. Pak Christoforus pun mulai bercerita memecah kesunyian selama perjalanan. Beliau menceritakan sebuah kisah yang cukup mencekam dan merontokkan segala kesenangan da malam ini. Sekarang adalah waktu akan dilangsungkannya acara adat masyarakat desa wologai kecamatan detusoko dimana mereka mencari kepala manusia untuk persembahan untuk leluhur mereka. Dan da yang awalnya sangat senang bisa turun gunung mendadak merasa tercekat di tenggorokan. Da merasakan telinga ini nanar seolah apa yang dikatakan pak Christoforus adalah salah. Maksudnya pak, kepala manusia ??? da bertanya lagi untuk memastikan pendengaran da tidak salah. Pak Christoforus pun mengiyakan pertanyaan da yang penuh ketakutan itu. 
Saat itu juga da langsung merinding, ketakutan dan menimbulkan seribu pertanyaan yang mulai menyerang otak da yang ingin dikeluarkan segera. Tapi lidah da menjadi kelu dan merasa terlalu takut untuk bertanya. Tiba-tiba airmata da mengalir tanpa isakan di dalam gelap malam yang dingin. Teringat amak da di kampong halaman yang sungguh da rindukan. Bulir airmata ini seolah bertanya akankah da masih bisa melihatnya dan memeluknya lagi ? 

Pak Christoforus terus bercerita bahwa mereka bergerombolan dan bersembunyi di hutan hutan. Dan hutan ratenggoji adalah tempat terbaik untuk mereka bersembunyi dan menculik orang orang yang berkeliaran di malam hari.  Rasa takut da belum memudar, pak Christoforus malah menceritakan tempat-tempat mereka biasa berkumpul padahal tempat tersebut akan kami lalui. 

“terus, bagaimana dengan kita malam ini pak ?” da bertanya dengan nada penuh ketakutan ,,,

“ kita serahkan pada tuhan, selama kita berbuat baik, maka tuhan akan menjaga kita,,” jawaban Pak Christoforus masih belum mampu menenangkn perasaan ini.

Da ingin segera melewati jalanan pegunungan ini dan merasa sedikit reda ketakutan da ketika melewati tumpukan rumah tetapi kembali dilanda kecemasan ketika harus melewati lembah tak bertuan. Da tak henti - hentinya menyebut Allah dan asmaNya di setiap denyut jantung da yang berpacu kian cepat. Rasa takut da mengalahkan dinginya udara pegunungan yang mencekam malam itu.

Cerita di atas adalah kisah mencekam da kurang lebih setahun yang lewat. Kini kalo da fikir2 malam itu Pak Christoforus seolah mencoba untuk “mengospek” da malam itu. da hanya mencoba berfikir positif atas sikap beliau yang mengetes mental da agar mampu bertahan di pedalaman ini yang tanpa listrik dan signal. Beberapa hari setelah itu da sedikit takut untuk melakukan perjalanan malam. Selain itu da juga bertanya kepada Pak Kanisius tentang isu yang beredar tersebut. 

“Isu tersebut sudah ada dari dulu, selama saya mengajar disini selama  tahun belum ada kejadian tersebut. Cuma dulu katanya memang ada tetapi sekarang sudah diberantas oleh kepolisian sehingga masalah tersebut sudah tidak ada lagi. “ Pak Kanisius menenangkan ketakutan da dengan penjelasannya.

Oh ya, berhubung daerah penempatan salah satu teman kami, Tuti Repati di Wologai, sempat meresahkan kami se-LPTK karena komunikasi yang terganggu signal. Hanya dia yang tidak ada kabar setelah beberapa hari di penempatan. Ternyata hanya kesamaan nama tempat, dimana kecamatannya beda dengan tempat pengabdian tuti. Da pun sempat membayangkan yang tidak2 tentang tuti, hha. Untunglah dia masih selamat sampai sekarang. Koordinator kami Rian bersama bang dika mengendarai motor melihat keberadaanya yang disambut oleh tuti sendiri dengan gelak tawa. 

Dia malah mengenalkan anjing-anjing peliharaan disekolahnya kepada rian dan bang dika. Padahal orang sudah heboh satu LPTK akan kondisinya. Sempat pula rian cedera selama perjalanan yang medannya sungguh menantang adrenalin serta membuat jera untuk datang berkunjung lagi. hha

Read More
    email this

8 Januari 2016

Published Januari 08, 2016 by with 0 comment

Hari Pertama Mengunjungi Penempatan di Pedalaman Nusa Tenggara Timur : Dusun Ratenggoji Kecamatan Lepembusu kelisoke Kabupaten Ende



Pagi yang sangat dingin,,

Bapak christoforus Y.L . Lengo atau yang lebih akrap disapa pak ito adalah anak dari bapak agus, kepsek tempat da mengajar. Pak ito memboncengi da dengan motor maticnya  membelah kaki kelimutu yang dipapari sinar mentari pagi. Tapi, auranya belum mampu meredam dinginnya perjalanan kami menuju SMPN satap ratenggoji. Jalan yang ditempuh cukup bervariasi. Pertama, jalanannya masih aspal mulus sampai daerah yang bernama Sokolo’o. Selanjutnya dari tempat ini memasuki sebuah simpang. Jalan pun mulai banyak yang ditemui berlubang di sana sini. Dari atas motor da dapat melihat puncak kelimutu dengan agungnya seolah mengawasi perjalanan da menembus pedalaman nusa tenggara timur. 


Simpang Sokolo'o














Da pun mulai memasuki kawasan hutan dimana suara-suara  alam masih terasa asing di telinga. Motor pun boleh dihitung jari yang seiring ataupun berpapasan dengan kami. Perjalanan ini seperti memutari sisi pegunungan yang satu menuju yang satu nya lagi, terasa panjang, suram dan menceka. Setelah menempuh setengah perjalanan,  aspal yang tadinya masih berlubang disana – sini mulai menemui ujungnya yang buntu dan memasuki jalan rabas yang benar-benar berupa tanah dan bebatuan. Bahkan kami mulai menemukan kali dan beberapa genangan air. Sesekali da harus turun dari motor tersebut karena curamnya jalan yang akan di lalui. Tetapi da menikmati setiap jejak kaki yang da lahkahkan  sembari menyandang careel yang lumayan berat. Bayangan da yang dipapari sinar mentari di tanah bebatuan tersebut seolah olah membuat da merasa sedang mendaki sebuah gunung dengan tali temali yang berayun di seluruh careel yang sedang da sandang. 


Perjalanan Membelah Pegunungan

Jalan yang terjal, pegunungan sabana dan rumah penduduk yang terbuat rata-rata dari bambu mulai terlihat setumpuk-setumpuk. Layaknya rumah rumah yang belum tersentuh modernisasi. Kadang kala muncul juga dibenak da rasa takut melihat warga dan suasana kampung yang jauh dari kenyataan yang sering da temui. Tiba-tiba ada motor yang datang dari arah belakang, dan beliau ternyata guru IPA yang honor di tempat da bakal mengajar. Bapak ito meminta kepada bapak Kanisius Lio Wenggo untuk memboncengi da. Maklum, matic yang pak ito bawa mulai kewalahan. Dan da pun sudah berpindah motor dan sekarang pak kans pun memboncengi da menuju dusun ratenggoji.

Lembah Ratenggoji

Akhirnya sampai lah kami di sebuah lembah yang terasa sunyi senyap. Hanya angin yang bertiup kencang merobek setiap helai daun pisang menjadi rumbai-rumbai. Da melihat rumah adat yang paling besar berada di tengah kampung. Jujur, ada rasa aneh dan takut yang menjalar dibenak da saat itu. 


Rumah Tinggal Selama Setahun milik Musalaki

Dan dan pun mulai memasuki sebuah rumah milik musalaki (tuan tanah atau ketua adat). Minimalis, dinding bambu dan sedikit suram adalah kesan pertama da terhadap rumah yang akan menaungi da setahun kedepan. Terdiri atas  3 kamar, dan dapur yang sedikit menjorok ke belakang. Da menempati kamar disisi sebelah kanan bersama pak ito. Disisi sebelah kiri depan kamarnya pak agus dan disampingnya kamar pak kans. Kemudian dapurnya turun satu meter dari rumah utama dan masih berlantai tanah sebagian serta ada rak setinggi pinggang layaknya dipan tempat meletakan berbagai keperluan dapur.
Pagi itu juga da langsung ke sekolah, sekali lagi tanpa mandi da mengganti baju dengan seragam mengajar dan membalurkan lotion ke beberapa bagian tubuh untuk penyegar. Berjalan ke sekolah bersama pak kans sekitar 100 meter dan melewati beberapa rumah penduduk. Sesekali da tersenyum menyapa mereka yang mengintip dari dalam bilik bambu. Sesampainya di sekolah, ternyata beberapa orang guru sedang berkumpul di depan ruang kelas VIII. Da berkenalan dengan pak bay wakil kepala sekolah, ibuk An dan anaknya aurel serta ibuk ros yang mengajar bidang studi matematika. Kebetulan saat itu sedang jam istirahat pertama dan siswa-siswa berkerumun melihat guru baru mereka.


Ruang area kelas 8

Anak-anak mengambil kursi ke kantor, dan da serta guru guru yang ada duduk di depan ruang kelas VIII. Kata pak bay, biar anak-anak lebih puas dan jelas melihat guru baru mereka. Da masih sedikit sesak dengan lingkungan baru ini dan berusaha memberikan senyum terbaik. Ternyata jendela kelas VIII tersebut satu satunya area yang mendapat sinyal telepon seluler, jadi kalau ada yang menelpon, guru guru terpaksa berdiri di jendela walupun anak kelas 8 sedang belajar di dalam. Cukup mengganggu rasanya, tetapi para siswa sudah terbiasa dan memaklumi.


BapakKepala Sekolah: Paskalis Baylon Pango
Siangnya da langsung masuk ke kelas 9 yang mana guru agama khatoliknya sedang tidak di tempat. Wakil kepala sekolah menyuruh da masuk sebagai perkenalan tahap awal, lagian tidak mungkin juga untuk da mengajar bukan agama yang da anut. Anak-anak mulai memperkenalkan diri satu persatu. Dan da merasa kesulitan mendengar nama mereka karena logatnya yang kecepatan serta namanya yang memang sedikit berbeda dari nama yang biasa da dengar di Indonesia bagian barat. Setelah perkenalan timbal balik, da menyuruh mereka untuk maju kedepan menyanyi. Dan majulah si Petro, wanita yang berkulit hitam legam menyanyikan lagu daerah dari Maumere dan da hanya bisa senyum senyum mendengarnya. Tak tau artinya. 

Siswa SMPN SATAP Ratenggoji
Pulang sekolah jam satu siang, da langsung ganti pakaian. Pak kans masak nasi dan da mengikuti pak kans mengambil air di bak punya musalaki dengan 2 buah jerigen masing masing di tangan kiri dan kanan. Alhamdulillah air nya cukup mengalir walau sekarang lagi musim kemarau. Setelah itu da membantu pak ito memasak sayur dan da kebagian menguleg bawang. Bawang putih yang lebih dominan dari bawang merah membuat da kurang menikmati makannya. Terlebih lagi da hanya makan nasi plus sayur yang membuat selera makan da turun ke titik nol. Demi penghargaan da butuh waktu setengah jam untuk menghabiskan nasi yang tak seberapa. Berbeda dengan guru yang lainnya, dengan nasi yang menggunung mereka bisa lebih dulu menyelesaikan makanannya.

 
Bak Penampungan Air Milik Musalaki



Magrib menjelang dengan senja yang menawan di lembah sunyi ini. Dan da berjalan ke bak mandi musalaki untuk berwudhu. Tetiba da terkejut, di jalan sekitar 5 meter menjelang kamar mandi ada anjing musalaki yang tiduran dan langsung menggonggong atas reaksi da. Dan da langsung mematung saat itu, tak tahu harus berbuat apa. Hanya jantung ini yang seolah berpacu dan mengejar waktu. Setelah anjing yang berukuran sangat besar untuk bangsanya itu mulai sedikit berhenti da pun mulai berjalan perlahan. Namun gerahamnya masih terdengar keluar seakan ingin mengunyah da saat itu. Alhamdulillah, dengan tubuh bergetar da sampai di kamar mandi dan mulai berwudhu. Di jalan pulang dengan hati yang penuh doa da masih di gerahamin sama anjing tersebut.

Mama Musalaki sedang menggendog anaknya

Malam mulai merayap mengantar da ke peraduan yang hanya berselimutkan duah kain sarung yang da bawa dari padang. Dingin mulai bergelayut di tubuh da, kaus kaki yang da pakai sedikit membantu melalui malam yang panjang. Nanti da kudu beli selimut jika ke kota, gumam bathin da.

Plank Sekolah



Read More
    email this

7 Januari 2016

Published Januari 07, 2016 by with 0 comment

Mengunjungi Rumah Kepala Sekolah di Kecamatan Kelimutu pada Minggu Awal Kedatangan di Bumi Flores



Kelimutu



Pagi Kelimutu Berkabut















Kamis pagi.

Da, tina, bang dika dan eci menumpang angkot yang sudah disewa oleh bang ade viola untuk terlebih dahulu menuju terminal timur Roweroke. Da dan tina kemudian naik bis jurusan wolowaru sedangkan bang dika dan eci naik bus yang lain menuju watuneso. Sembari menunggu penumpang kami berbicara dengan mama-mama yang berada di atas bis. Mereka bilang kepada kami untuk tidak takut karena orang flores walau omongannya keras-keras tapi mempunyai hati yang baik. Hal ini sedikit mengobati rasa takut di hati. Bis perlahan melaju membelah bumi flores melewati pegunungan, lembah yang terjal, jurang yang dalam di sepanjang KM 17. Sesekali bis terhenti karena adanya proyek pembangunan jalan. Hutannya yang tak begitu lebat membuat angin bertiup sangat kencang, menandakan musim kemarau sedang berlangsung di negeri ini.

Bapak Tibo Agustinus
Bis yang kami tumpangi pun berhenti di pasar Moni sekitar pukul 11 siang. Kami sudah berpesan kepada mama-mama yang mengajak kami mengobrol tadi untuk turun pemberhentian ini. Ternyata bapak Agus sudah menunggu di persimpangan jalan. Beliau langsung menyuruh tina untuk naik ojek sedangkan da berjalan kaki sekitar 500 meter memasuki jalan setapak menuju rumah kediamannya. Telinga da berdenging menyambut suasana moni yang cukup mencekam, sepi. Sepanjang jalan da melihat babi-babi peliharaan, anjing berkeliaran bebas seperti layaknya ayam-ayam di ranah minang dan orang -orang dengan wajah lokal yang masih terlihat asing membalas senyum da sesekali. hati ini mulai berbicara sendiri, bergumul dengan berbagai pergolakan yang akan banyak dihadapi.

Kak Pin dan da yang duduk bersama krisna anaknya



Tak lama kami pun sampai di rumah bapak agus yang disambut oleh seorang perempuan berambut pendek sebahu, boleh dibilang berkulit hitam, rambutnya yang keriting ala-ala negroid. Kak pin, menantu beliau yang menggendong salah satu anaknya yang hitam mungil. Sistem patrilineal yang mereka anut mengharuskan perempuan ini tinggal di rumah suaminya setelah mereka menikah. Kevin anak pertamanya yang sudah duduk di bangku TK kemudian trisna dan krisna adalah sepasang kembar perempuan yang baru berumur sekitar dua tahunan. Tak lupa pula kami disambut gonggongan anjing yang mengibas-ngibaskan ekornya kesana-sini sembari berkeliaran di dalam rumahnya. 


Di depan rumah pak agus

Rumah riuh oleh gongongan anjing seolah ikut sibuk menyambut kedatangan kami berdua. Da masih berusaha beradaptasi dengan kondisi sekitar dimana telinga da masih berdenging mengunjungi kediaman bapak Tibo Agustinus yang manjadi kepala sekolah di tempat da akan mengajar nantinya. Rumah beliau terdiri atas 5 kamar yang disekat dengan bamboo- bamboo yang dianyam, satu buah dapur, kamar mandi yang terpisah dengan rumah utama serta ruang tamu. Di ruang tamu ada sebuah lemari kaca yang berisikan beberapa kebutuhan pokok yang dijual ke tetangga sekitar seperti mie instant, gula, deterjen, sabun, gula dsb.

Setelah duduk beberapa saat kami dihidangkan bubur kacang hijau yang dicampur dengan ubi kayu. Melihat tekstur dan wadah penyajiannnya membuat da sedikit sanksi akan kehalalannya. Pertama da merasa illfeel tetapi demi menghargai tuan rumah, terpaksa bubur tersebut ditelan perlahan-lahan. Selama kami makan, anjingnya yang diberi nama “happy” berkeliaran di kaki-kaki kami, entah apa yang ingin da sebut. Ingin rasanya memuntahkan apa yang sudah dimulut, tapi da mengingat lagi, inilah hidup yang akan da perjuangkan satu tahun kedepan. Dan da berdoa di dalam hati agar diberi kekuatan untuk melalui ini agar bisa beradaptasi dengan masyarakat flores yang notabene beragama khatolik.
Bersama anak-anak Kelimutu


Read More
    email this

4 Januari 2016

Published Januari 04, 2016 by with 0 comment

Move on itu gampag koq ,,, tapi memang pahit buat melaluinya.





Ketika kau mencintai seseorang dan orang tersebut tidak membalasnya dengan baik tentunya ada rasa sakit dihatimu terlebih kau melihatnya bersama orang lain danmenganggapmu hanya sebagai teman biasa saja. Sebagai teman kau harus selalu melihatnya disekitarmu dan membuat sakit hatimu semakin bertamabah melihatnya terus bersama orang lain. Tentuna rasa sakit itu sangat melelhkan dan ingin kau buang jauh jauh.

Ketika kau sudah melupakannnya untuk tahun tahun berikunya, dank au sudah mengisi kesibukan dengan orang orang baru. Rasa sakit akan cemburu mu sudah menghilang walaupun kau belum bisa menemukan penggantinya atau masih susah untuk menemukan orang seperti dia bahkan yang lebih baik meneurutmu. Kau sudah bahagia dengan kehidupan sekaang dan tiba tiba,,,

Dia datang kembali ke kehiidupan mu dan tetap sebagi seorang teman. Untuk sesaat kau harus tetap melihatnnya lagi idsekitarmu, sesekali dia seolah memberimu harapan. Rasa itu datang lagi terlebih dia dengan kesendiriannya. Berhari hari kamupun merasa tarik ulur dengan kebaikan yang tercipta sesaat yang lagi lagi hanya kau yang menganggapnya berbeda. Namun, dia tetap tak menganggapmu, bahkan terkesan sedikit muak dengan sikap sok akrabmu. Dia pun kembali bersikap seolah olah menciptakan jarak yang menyatakan kita hanya teman biasa. Dan kau kembali tersadar akan cinta sepihak ini. Dan dengan senidirinya kau pun kembali menjaga jarak agar rasa rasa sakit yang dulu pernah buatmu sangat terluka tak kembali menyiksa hatimu. 


Terima kasih untuk kebahagian yang pernah kau ciptakan disekitarku. Terimakasih juga member sikap yang jelas untukku. Tapi , tolong,,, jangan lagi bersikap berlebihan disekitarku karena sejatinya kau mengetahui tentang hati ini. Buatlah sikap menjaga jarak mu selalu. Karena kau bisa dengan tegas melakukannya. Tidak dengan aku yang dengan mudah goyah dengan sedikit saja senyummu. Mari saling menjaga jarak. Mari berteman saja untuk teman yang hanya kau kenal sesaat di bangku es de yang sangat mudah kau lupakan dan hanya sesekali teringat tanpa sadar ketika bertemu lalu kembali hilang dan pergi.
Read More
    email this