Semua berawal dari percakapan dengan
kawan lamaku. Kami sudah lama tidak bertemu. Melalui chatting di facebook ia
bercerita bahwa sekarang dia di Ende, mengikuti program pemerintah mengajar
siswa di sana selama satu tahun. SM-3T, Itulah nama programnya. Sebuah program
yang dicanangkan pemerintah demi memeratakan pendidikan di NKRI tercinta. Dia
mengisahkan jejak pengalamannya selama
mengajar di Ende, suka dan duka, tantangan, keseruan, kebersamaan, dan hal
lainnya yang membuatku sangat tertarik untuk mengikuti program ini. Setelah
mendengar cerita dari teman lamaku tersebut aku memantapkan hati untuk
mengikuti program ini.
Dan setelah perjalanan yang cukup panjang, mulai dari mancari-cari lebih
dalam tentang program ini, mengikuti beragamam tes masuk, bolak-balik
Bengkulu-Padang, aku sah dinyatakan sebagai salah satu peserta SM-3T angkatan
IV. Setelah 2 minggu lamanya kami mengikuti Prakondisi akhirnya kami dikirim ke
penempatan kami masing-masing sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh LPTK
kami. Dari enam daerah penempatan yang ada, awalnya aku memilih sanggau. Entah
mengapa aku sangat tertarik untuk mengabdi di bumi Borneo. Tapi ternyata takdir
menentukan aku harus mengabdi di Ende, di Bumi Nusa Bunga.
Di Ende, aku ditempatkan di salah satu sekolah yang ada di Kec. Kelimutu.
Tepatnya sekolah ku berada persis di bawah lereng Danau Kelimutu. Danau yang
hanya pernah aku lihat pada lembaran uang 5000 rupiah lama. Dan kini aku
tinggal di sana, Moni nama daerahnya, selama satu tahun lamanya. Aku sangat
bersemangat menyambut petualangan baru. Petualangan pun dimulai.
Sekolah ku bisa dikatakan cukup bagus. Berada di pinggir jalan, jalur lalu
lintas Trans Ende-Maumere. Bangunannya sudah beton, memiliki 5 ruang kelas
permanen, 1 ruang kelas yang menyatukan dengan ruang labor, 1 perpustakaan,
ruang Kepala Sekolah dan guru yang menyatu dan aula yang cukup luas tempat
pertemuan sekolah ataupun pertemuan-pertemuan dan rapat-rapat yang diadakan
desa. Ya..dibandingkan dengan teman-teman ku yang lain, sekolahku bisa dikatakan cukup memadai baik dari segi fasilitas,
tempat dan bangunannya. Hanya saja sekolahku tidak memiliki pagar dan mess siswanya sudah rusak.
Selama di Moni, aku tinggal di rumah kepala sekolahku yang lama, Ibu Badhe
Sofia. Rumah tempatku tinggal cukup jauh dari sekolah, sekitar 1 km. Alhasil
aku harus rela untuk berjalan kaki pergi dan pulang sekolah selama lebih kurang
20-30 menit. Awalnya cukup sulit. Mengingat selama di Bengkulu aku jarang
sekali berjalan kaki sejauh itu. Karena ada motor yang biasa kugunakan, dan
kalaupun motor tersebut di pakai oleh adikku, ada banyak kendaraan umum yang
bisa mengantarku. Aku hanya tinggal tunjuk, pilih kendaraan mana yang mau aku
naiki. Tapi tidak di sini, di moni. Tidak ada kendaraan umum seperti angkot
yang berseleweran di jalan, yang ada hanya ojek, dan itu pun sangat jarang.
Tapi tidak lama semuanya sudah menjadi biasa. Kegiatan itu sudah menjadi rutinitasku
sehari-hari selama di moni. Lagi pula berjalan kaki itu menyehatkan bukan???
Selain itu aku bisa menyapa penduduk sekitar setiap paginya sepanjang
perjalanan menuju sekolah. Mengingat rumah tempat tinggal berada di tempat yang
sepi dari rumah penduduk.
Masyarakat Moni 99 % beragama katolik. Hanya beberara saja yang beragama
islam. Karena pada umumnya beragama katolik, jadi tidak heran lagi kalau
rata-rata masyarakatnya memilihara babi dan anjing. Ya..sebagai muslim, yang
memang tidak boleh bersentuhan dengan kedua bintanag tersebut, aku sedikit
terkejut, bukan karena masyarakatnya yang memilihara binatang yang diharamkan
di agama ku itu, tapi lebih karena kedua bintang tersebut berkeliaran bebas di
jalan-jalan sekitar perkampungan dan bahkan di rumah tempatku menumpang. Dan
terkadang anjing peliharaannya pun makan di piring yang sama bekas majikannya.
Dan hal ini sangat bertentangan dengan ajaran agama yang ku anut. Tapi
untunglah kakak dan mama tempat ku tinggal sangat mengerti, setelah ku jelaskan
bahwa memang di ajaran agama ku tidak dieprbolehkan binatang peliharaan makan
di piring yang sama dengan manusia. Walaupun terkadang masih juga terjadi hal
seperti itu, tapi setidaknya sudah berkurang dibandingkan pertama kali aku
tinggal di situ. Dan harus bersabar ketika aku melihat anjing peliharaanya
melakukan hal itu lagi.
Di sekolah pun sama. Orang flores mempunyai kebiasaan jikalau mengadakan
acara pasti diikuti dengan acara makan-makan sesudahnya. Itu sudah merupakan
tradisi orang sini. Dan jika sekolah
mengadakan acara, para guru-guru pasti akan membuat makanan yang halal dan bisa
di makan oleh ku. Walaupun aku satu-satunya guru yang beragama muslim di
sekolah, perlakuan mereka terhadapku sama saja dengan yang lainnya. Tidak ada
sama sekali ada perbedaan. Aku merasakan kenyaman berada di sekolah. Toleransi
di Bumi Pancasila ini harus kuacungi jempol.
Hampir semua murid berjalan kaki ke sekolah. Hanya beberapa saja yang di
antar orang tuanya menggunakan motor ke sekolah. Dan tidak sedikit dari mereka
harus berjalan jauh menuju sekolah. Ada yang harus berjalan kaki selama 30
menit, 45, menit dan bahkan ada yang lebih dari satu jam. Tapi mereka tidak
pernah mengeluh akan hal itu. mereka dengan senang hati dan bersemangat datang
ke sekolah. Berbeda sekali dengan keadaanku tempo dulu. Aku berangkat ke
sekolah menggunakan kendaraan umum. Aku cukup hanya berdiri di depan gang
komplek rumahku dan menunggu angkot lewat. Aku naik, duduk manis santai, dan
jengg..jengg.. aku sudah sampai di sekolah. Tidak harus panas-panasan
berkeringat demi mencapai sekolah, seperti yang di alami murid-murid ku. Dan
aku bersyukur karena itu.
Di SMPK Moni, aku mengajar dua mata
pelajaran, yaitu Bahasa Inggris dan TIK. Tidak ada masalah untuk mata pelajaran
Bahasa Inggris, buku paket tersedia lengkap d perpustakaan. Dengan keterbatasan
media yang ada, semua bisa dikondisikan. Tetapi aku agak kewalahan ketika
mengajar TIK. Karena ketiadaannya komputer di sekolah. ketika mengajar aku
hanya menggunakan satu-satunya notebook yang ku punya sebagai media praktek
bagi muri-murid ku. Dan jujur saja, satu komputer untuk digunakan oleh murid –
murid ku sangatlah kurang. Aku mengajar 4 kelas, dan masing-masing kelas
terdiri dari 25 siswa, lebih dan kurang 100 siswa, dan media yang ku punya
hanya satu. Alhasil aku harus memilah-milah kompetensi yang mana yang wajib di
kuasi oleh murid-murid ku secara praktek, dan yang mana yang hanya cukup dengan
teorinya saja. Karena tidak cukupnya waktu dan keterbatasan media. Padahal aku
sudah menerapkan belajar tambahan sore hari. Tetapi tetap saja tidak mencukupi.
Dan lagi-lagi aku sangat bersyukur, karena dulu aku bersekolah di sekolah yang
memiliki fasilitas yang lengkap. Tidak ada sama sekali kendala dalam hal media
pembelajaran. Tetapi dengan semua keterbatasan itu hebatnya murid-murid ku
sangat sabar dan tetap semangat dalam menuntut ilmu.
Kami peserta SM-3T LPTK UNP angkatan IV berjumlah 25 orang. Dan hanya aku
yang berasal dari luar provinsi Sumatra Barat. Awalnya aku agak susah beradaptasi
dengan teman-teman yang lain, mengingat aku tidak bisa sama sekali berbahasa
padang. Tapi setelah bergaul selama satu tahun bersama mereka aku sudah pandai
menggunakan bahasa padang. Seru sekali. Aku menemukan banyak saudara baru di
sini.
Di Ende kami mempunyai bapak dan ibu angkat. Setiap kali ada urusan yang
mengharusakan kami ke kota Ende, kami selalu menginap di rumah bapak angkat.
Jika ada libur sekolah pun kami pulang ke rumahnya. Beruntung sekali. Karena
seperti orang tua sendiri. Rasa rindu dengan orangtua, kakak, adik dan keluarga
di bengkulu terobati.
Dengan mengikuti SM-3T banyak pengalaman dan pembelajaran yang ku dapat.
Perjuangan, penyesuaian terhadap keterbatasan, menjadikan masalah menjadi
sebuah pembelajaran kesabaran. Menjalani semua keterbatasan dengan rasa syukur
yang tinggi. Bukan hanya itu, aku juga menemukan keluarga baru yang hangat dan
juga banyak saudara baru. Inilah kisah ku. Aku Tina Ratih Nengsih, dan aku
sangat bersyukur telah di terima menjadi salah satu peserta SM-3T. Aku
berterima kasih atas pengalaman yang tak terhingga, yang akan ku kenang seumur
hidup. Aku berterima kasih Sekali pada Tuhan yang mengizinkan ku untuk bisa
ikut di program ini. Aku Tina Ratih Nengsih, Mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada SM-3T.