29 Desember 2015

Published Desember 29, 2015 by with 0 comment

Pantai KOKA - Kabupaten SIKKA



Beach of Koka


Hanya beberapa orang yang tersisa di basecamp setelah acara peringatan sumpah pemuda. Kami sudah berencana dari kemaren akan menegunjungi pantai koka yang terletak di kabupaten sikka tepatnya di paga. Jadwal yang semula di sepakati jam  3 dini hari untuk melihat sunrise berujung pada kenyataan berangkat hampir mau jam enam pagi. Dengan beranggotakan delapan orang dan menggunakan  4 buah motor kami mulai beriringan menuju lokasi. Sempat singgah di atm bri cabang wolowaru dan mengunjungi anak sm3t wolowaru yang juga sedang berkumpul bersama smt kecamatan mereka. Kami kembali melakukan perjalanan dengan membeli beberapa makanan kecil di toko sekitar wolowaru.
Kabupaten ende berakhir di kecamatan lio timur yang berbatasan langsung dengan paga kabupaten sikka. Jalan yang sebelumnya berkelok kelok di kabupaten ende berubah menjadi lurus ketika sudah memasuki pesisir paga. Tidak jauh dari batas kabupaten kami menemukan plank merk yang kurang menarik bertuliskankan pantai koka -+2km. Tetapi kami memutuskan untuk tetap lurus terlebih dahulu melihat patung yesus yang berukuran raksasa beberapa kilometer lagi kedepan.
Kecamatan Paga
Di sebuah bukit kami bisa melihat patung tersebut berdiri dengan tangn yang membentang menghadap ke laut selatan Indonesia. Sedikit menaiki perbukitan kami mendekati patung tersebut dan langsung mengabadikan moment.

Sekitar setengah jam kami memutuskan untuk turun dan mulai menuju pantai koka. Ketika sudah memasuki cabang, jalan yang dilalui belum beraspal  masih tanah dan bebatuan. Merasa tidak sabar untuk melihat pantai yang katanya indah tersebut perjalanan  2 km terasa sangat jauh. Setelah memarkir motor kami mulai memasuki areal pantai yang masih sepi dan sunyi pengunjung. Wow, da mulai menginjakan kaki di pasir putihnya yang menawan sembari memandang hamparan laut lepas yang biru dan debur ombak yang menetramkan fikiran. Serasa memiliki pulai pribadi dengan pantai yang begitu indah karena hanya kami yang ada di pantai tersebut.
Makan di pantai
Terlebih dahulu kami memakan bekal yang di bawa tadi sebelum mandi mandi di beningnya laut pantai koka. Satu persatu mulai berlarian menyeburkan diri ke lautan dan menghempas bersama ombak yang menggulung. Pantai yang sunggguh indah ini terdiri atas dua bagian yang di pisahkan oleh pulau kecil ditengahnya. Jadi sekarang kami berada disi kiri nya masih bermain dengan ombak yang menggulung indah. Ini menjadi peristiwa pertama bagi da mandi air laut, sebelumnya da hanya berani bermain main di pinggir pantai.
At first time mandi laut
Tapi kali ini da tidak sadar diri sudah lebih dari 2 jam an menikmati keindahan air laut dan pantai putihnya. Kemudian da mendaki pulau kecil yang ditengah bersama beberapa orang karena memang tidak ada jalan khusus dan kami hanya mengandalkan kemampuan memanjat tebing yang seadanya.

Cuaca yang cukup panas dan ekstrim memaksa kami untuk turun segera padahal pemandangan di atas sana menggambarkan warna laut dengan gradasinya yang luar biasa memukau mata. Orang orang mulai berdatangan dan meramikan pantai dan kami mulai bergerak ke sisi pantai yang satunya lagi ke sebelah kiri. Tapi terlebih dahulu kami mengisi perut yang lapar dengan pop mie yang dijual para pedagang disekitar pantai. Kami pun kembali bermain dengan air lautnya di sisi kanan pantai.
Pantai Koka dari atas tebing
Tak terasa hari sudah menunjukan pukul  tiga sore. Ketika da mengecek tas, da tidak menumukan hp Samsung dan entah dimana hilangnya. Terakhir da menggunakannya saat di bri wolowaru, tapi entahlah dimana hilangnya. Da hanya mengikhlaskan dan melanjutkan perjalanan pulang ke basecamp sore itu.

Read More
    email this

24 Desember 2015

Published Desember 24, 2015 by with 0 comment

Perjalanan Panjang Menyusuri Kabupaten ENDE : Moni _ Wolojita _ Pora _ Nggella and back to Wolowaru

Tenun Pora


Pagi pagi da sudah disuruh siap siap oleh pak Agus untuk memasang LCD di ruang seba Guna SMP Katolik Moni. Sebelum rapat dimulai da diminta tolong membunuh ayam 12 ekor menggunakan parang yang tajam dan panjang. Lagi lagi mereka meminta da untuk menampung darahnya. Saking tajamnya parang yang da gunakan ada satu ekor ayam yang langsung putus oleh da leher ayam tersebut. Astagfirullah, tangan da gemetar untuk sesaat karena menjadi orang yang paling kejam sedunia.
bunuh ayam yang ga sengaja sampai putus lehernya

Da ditunjuk untuk mengoperasikan computer ketika rapat pendirian SMK N kelimutu bersama Kabid SMK Dinas PPO Kabupaten Ende. Cukup lama da menunggu di ruangan tersebut karena rapat baru dimulai sekitar jam 9 setelah para undangan mulai berdatangan. Bapak kabid menyuruh da memutarkan video rancangan gedung SMK yang akan dibangun nantinya. Video berdurasi 20 menit tersebut memvisualisasikan berbagai ruangan smk dari berbagai sisi. Jika ini benar benar terealisasi maka smk ini menjadi sekolah dengan gedung paling megah di kabupaten ende ini. 

Pertama tama bapak kabid diminta memberikan penngarahan terlebih dahulu karena beliau akan menghadiri acara selanjutnya selepas zuhur di tempat yang berbeda sehinggga beliau izin terlebih dahulu dan tidak bisa mengikuti rapat sampai selesai. Pihak sekolah meminta bapak kabid untuk makan sebelum pergi, ternyata beliau tidak makan daging ayam yang da bunuh tadi. Para guru jadi sibuk menghidangkan menu makanan lain yang dirasa halal berhubung beliau muslim. Rapat dilanjutkan kembali ketika pak kabid sudah meninggalkan moni dan para undangan juga sudah mencicipi ubi rebus yang dimakan bersama goreng ikan teri balado. Rapat yang berlangsung terasa bertele tele bagi da, bikin ngantuk dan da pun keluar ruangan berjalan jalan di keliliing sekolah.

Terlalu lama da diluar da pun kembali masuk takut takut pak agus memarahi da kaarena alasan tertentu. Hari sudah menunjukan pukul 3 sore dan para undangan sudah mulai gelisah karena lapar. Para ibu ibu mulai mengatur makanan di meja paling belakang. Da pun mencium babi babi bercampur kecap dan aroma aroma lainnya yang membuat da tak berselera makan. Rapat kembali dihentikan untuk makan bersama secara prasmanan. Da pun keluar ruangan karena ingin muntah mencium aroma yang tidak biasanya ini. Da merasa ragu untuk makan bersama karena panitia tidak mengarahkan kepada da menu yang halal. Entah dimana ayam ayam yang da bunuh tadi, apakah mereka campur bersama daging babi tersebut. Biarlah rasa lapar ini da tahan untuk sesaat daripada harus memakan sajian yang membuat da ragu.

Rapat berlangsung lagi setelah makan yang membuat da semakin dongkol. Pembawa acara nya sangat tak kompeten karena ketika menutup acara beliau masih meminta partanyaan kepada undangan. Maka bertambah banyak pula orang yang menunjuk tangan dan bertanya. Bapak camat moni yang sudah berdiri sejak tadi segera memotong pembicaraan dan menegaskan untuk segera pulang. Da pun bernafas lega karena pak camat moni segera mengambil sikap sehinngga rapat ini tidak semakin bertele tele membahas hal hal yang da rasa tak penting.  Da segera membereskan computer dan kabel di dalam ruangan dan pulang kerumah pak agus bersama pak ito. Sementara pak agus masih sibuk berbincang dengan beberapa orang di halaman sekolah.
Sesampainya di rumah pak agus da langsung meminta izin kepada pak ito untuk mengunjungi teman da di wolojita. Da kembali berjalan kaki menuju jalan utama dan bergerak ke arah bawah. Da melihat orang muslim jawa yang berjualan bakso dan memutuskan mengisi perut da yang sudah sangat kelaparan. Bang dika menunggu da di wolowaru agar bisa berangkat bersama menuju wolojita. Di KM 17 mobil sedang antrian karena jalan yang sedang diperbaiki sehingga ketika jalan tersebut dibuka setengah enam, bisa jaadi mobil yang membawa da ke wolowaru akan lewat di moni sekitar jam setengah 7 malam. Akhirnya bang dika dengan sedikit terpaksa menjemput da ke moni dan dari moni bergerak bersama menuju wolojita. Menempuh perjalanan sekitar satu jam kami sampai di tempat firman dan segera menunaikan sholat maghrib. Dengan tekad yang membaja bang dika mengajak da untuuk menginap di pora saja walaupun hari sudah malam. Kami asyik bercerita untuk membunuh kebisuan sepanjang jalan yang melewati hutan belantara. 

Kami menempuh perjalanan sekitar setengan jam untuk sampai di pora penempatan dhani yang mengajaar bahasa inggris di smp pancasila pora. Firman tidak bisa ikut malam ini karena dia ingin menyelesaikan beberapa pekerjaannya dan akan menyusul esok pagi saja. Dhani sedang ada pekerjaan di rumah orang minang satu satunya di pora asal batusangkar. Tujuan kami menyegerakan kesini daripada berdiam di tempat firman karena perut yang kelaparan. Di tempat firman kami disuruh memasak dulu agar bisa menyuap nasi sedangkan disini kami dihidangkan  yang pastinya tinggal disantap. Terlebih lagi menu malam ini benar benar ala minang banget yaitu rendang dan ayam balado. 



Da pertama kalinya mengunjungi pora dan bertemu orang minang di pelosok negeri ini. Ternyata beliau mempunyai suku yang sama dengan da sehingga menyuruh da untuk memanggil ‘mamak’ kepada bapak tersebut. Beliau banyak bercerita tentang perjalanan hidupnya yang sudah lebih 30 tahun merantau meningggalkan minangkabau. Belum seberapa dengan kami yang masih 9 bulan sudah sangat merindukan kampung halaman. Setelah menyelesaikaan pekerjaan nya kami pulang bertiga dengan motor menuju rumah tempat tinggal dhani sekitar jam 11 malam yang berjarak 3-5 menit. Kami pun segera meringkuk menyatu dengan malam.



mesjid pora
Da terbangun ketika azan subuh berkumandang sangat dekat menggema di telinga. Tempat tinggal dhani bersebelahan dengan sebuah mushalla sehingga da memutuskan untuk ikut sholat berjaman di mushalla. Berhubung muslim pora sangat minim sehingga sholat subuh berjamaah pertama da di negeri ende hanya dengan dua orang makmum. Setelah sholat subuh da pun sempat berbincang dengan imam subuh pagi ini.
goro mesjid menyambut ramadhan
Beliau bercerita tentang bagaimana rasanya sedikit diberi kebebasan untuk menjalankan perintah agama. Sekolah yang ada semuanya beraliran khatolik sehingga siswa muslim kadang tidak diberi kesempatan untuk sholat zuhur berjamaah setelah diminta oleh pak ustaz yang ternyata istrinya adalah seorang mualaf. Beliau meminta da untuk singgah lebih sering untuk mengajar mengaji bersama dhani di mushalla ini.
perjalanan menuju nggela disuguhi pemandangan laut yangg memukau
Firman dan rian datang pagi ini dan ikut bersamaa untuk goro mushalla satu satunya di pora. Kami pun mulai bekerja bersama “mengayak” pasir untuk mencor jalan menuju mushalla. Bulan puasa akan datang tak lama lagi sehingga warga muslim pora bergotong royong membersihkan mushalla. Da merasa bahagia bisa menjadi bagian muslim dan berjuang bersama dalam jalan islam. Berbeda dengan ratenggoji, da menjadi muslim satu satunya sehingga tidak ada tempat bagi da untuk malakukan hal hal seperti ini. Para ibu ibu sudah membawa makanaan siang kami yang artinya kami segera menghentikan pekerjaan dan santap siang. 
bersama dhani penempatan pora

rumah adat tradisional Nggela
Sorenya kami mengunjungi perkampungan rumah adat Nggela yang terletak setelah pora dan berada di tepi laut. Kami hanya pergi berempat sedangkan firman ada urusan ke kota menperpanjang masa aktif kartu im3 nya. Perkampungannya sangat unik dimana rumah rumah beratap daun rumbia bersusun rapi membentuk persegi panjang kurang lebih. Ditengah tengah nya berdiri berbagai jenis makam para leluhur mereka, bahkan ada satu buah makam yang dibuat menyerupai sebuah kapal. Kami menyempatan untuk berfoto dan berkeliling melihat lihat tenun khas warga nggela. Harganya yang rata rata di atas jutaan membuat kami keder menawar lebih lanjut. Harga yang ditawarkan kepada para bule bisa 6 jutaan, karena kami masih warga Indonesia mereka mau kasih separo harga. Tetapi separuh harga nya masih jauh dari jangkauan kami.
salah satu dusun nggela
Kami pun melanjutkan perjalanan menuju pantai yang konon bagus kata beberapa teman sm3t lainnya. Para warga memperingati kami akan jalan yang ditempuh jauh dan terjal. Kami ngotot melanjutkan perjalanan bersama seorang penduduk yang kebetulan mau pergi ke ladangnya. Jalan yang kami lalui terjal dan menurun sehingga harus ekstra hati hati. Ditengah jalan kami harus berpisah dengan pemandu jalan dan melanjutkan perjalanan kami menggunakan insting bunyi debur ombak. Setelah berjalan kesana kemari melalui sawah dan semak semak kami harus menelan sedikit kekecewaan karena yang kami temui hanya laut dengan pantai berbatu besar besar. Tidak ada yang istimewa, masih kalah jauh dengan pantai koka yang ada di paga. Tetapi yang namanya laut, tetap memberi mistis tersendiri yang membuat kita terhipnotis ketika memandangnya jauh ketengah. Tetap memberikan ketenangan setelah perjalanan panjang yang melelahkan ini.

Pantai Nggela








Read More
    email this

15 Desember 2015

Published Desember 15, 2015 by with 2 comments

Mendadak Liburan exlusif Labuan Bajo




Jumat 3 april

Hari ini pun da dan beberapa orang teman yang masih di basecamp kembali di tinggal oleh rombongan Sleeping Genk atau boleh di bilang partai senior. Mereka akan menyusul rombongan sepeda motor kemaren yang sudah sampai di tempat tujuan. Dan da hanya tinggal sekitar sepuluh orang di basecamp melarikan diri ke tempat tongkrongan kami di Hero swalayan untuk sekedar menikmati es krim sembari melihat acara umat kristiani yang akan menggelar “jalan paskah”. Layaknya sebuah parade mempertontonkan yesus sedang mengalami penyiksaan dan di meriahkan oleh para siswa siswa sekolah menengah sepertinya. Mereka mengunakan kostum berbau vatikan atau romawi kali ya. Entahlah,, yang jelas terlihat keren dan berbeda kostumnya. Tuti pun merekam longmarch yang mereka buat di sepanjang jalan utama kota ende. 

Kami yang tersisa di basecamp akhirnya merencankan liburan ke ibukota propinsi. Pak an menemani da mencari kapal ke pelabuhan IPI jikalau ada kapal dari kota kupang yang merapat di ende. Setelah bertanya di sepanjang pelabuhan kami pun kembali ke rumah. Setelah berbincang cukup lama akhirnya jatuhlah topik pembicaraan tentang perjalanan dengan pesawat terbang. Ayah angkat kami di ende menelpon kenalannya, beliau menanyakan harga tiket ke kota kupang yang berkisar sekitar 400rb kemudian ada yang bertanya ,, kalo ke Labuan bajo pak ? ,, bapak kembali bertanya dan mengatakan bahwa tiketnya lebih murah yaitu 375ribu. Teriakan yang bersorai dari 11 orang yang tinggal langsung menandakan persetujuan semua pihak dan langsung saat itu memesan tiket ke Labuan bajo. Padahal tidak ada rencana sama sekali bakalaan mengunjungi Labuan bajo lebih awal dari perbincangan semula. Sejurus kemudian masing masing sudah sibuk menyusun perlengkapan perjalanan beberapa hari ini.

Sabtu, 4 april

Seperti biasanya subuh bersama di basecamp sudah mengantri untuk mendapatkan kamar mandi terlebih dahulu. Anak anak terlihat excited  karena akan naik pesawat terbang lagi terlebih dengan uang sendiri. Ibu juga antusias mengingatkan kami akan barang barang bawaan masing masing. Kami pun segera berjalan kaki menuju bandara yang berjarak tak seberapa bahkan harus menggeleng beberapa kali kepada Sopir sopir angkot yang mulai berhenti menawarkan kami untuk di antar ke tujuan. Tak perlu menunggu lama kami segera check in dan sibuk memfoto tiket masing masing di ruang tunggu penerbangan. Kami saling mengupload dan like status masing masing baik di fb maupun instgram serta tak lupa mengganti tampilan BBM sebagai aksi pamer tentunya. Hahah,, sedikit menyombongkan diri boleh lah ya,,,

Suasana pagi yang dingin ditambah ac ruangan yang membeku tidak mengalahkan semangat kami yang ingin segera terbang. Pesawat lion yang kami tumpangi sudah mendarat di landasan bandara dan kami pun segera berjalan memasuki pesawat setelah pemberitahuan dari  suara suara speaker yang merambat di udara. Alhamdulillah da dapat di tepi jendela kali ini dan memulai penerbangan ini dengan bismillah. Cuaca pagi ini pun mendukung perjalanan kami. Hamparan laut langsung menyambut pemandangan penerbangan kali ini. Kawah gunung ia yang masih aktif mengeluarkan asap terlihat memukau dari udara. Gradasi warna laut menambah keindahan perjalanan menuju bandara komodo di Labuan baju kabupaten manggarai menuju ujung barat pulau flores.
45 menit pun berlalu dengan singkatnya  dan menyadarkan kami untuk segera turun dan memulai liburan yang semoga penuh dengan petualangan menarik. Bandara komodo lebih terlihat keren daripada bandara h. hasan aboeroesman yang di ende dari segi arsitektur bangunannya yang lebih modern. Bang ade dan bang marta  sudah menyambut kami di luar bandara dan siap mengantar kami ke kerabat minang yang ada di kabupaten ini. Oh ya, setelah dihubungi pak an semalam, akhirnya sleeping genk berbelok arah dari riung dan memutuskan berlibur bersama kami mengunjungi salah satu keajaiban dunia yakni pulau komodo. Dan da tak tahu entah apa yang ada di benak teman teman yang sedang menikmati indahnya taman bawah laut riung yang mungkin juga berkesan dihati mereka masing masing.


Sleeping genk sudah memesan tiket kapal yang akan membawa kami menyebrang menuju pulau komodo. Kami menyewa kapal seharga 3,5 juta untuk 17 orang sehingga masing masing membayar sekitar 200 ribuan. Kapal yang kami tumpangi bertingkat dua dan tanpa ada perbincangan dengan sendirinya sudah memutuskan bahwa sleeping geng menempati lantai satu dan yang sisanya bergerak naik ke lantai dua.  Lantai dua dengan peneduh yang berukuran sekitar 2x3 tidak mengurangi rasa bahagia kami saat itu. Laut biru yang luas serta terpaan angin yang berhembus menambah semangat kami untuk segera melihat makhluk yang masih berkekerabataan dengan hewan purba dinosaurus tersebut. tetapi kami tentunya tidak membatasi satu sama lain untuk menikmati perjalanan dari lantai satu atau dari sisi yang diinginkan masing masing pihak.

Moment yang pasti tidak ketinggalan adalah berebut berfoto di atas kapal dengan view yang menawan mata. Hingga kami harus antri satu persatu untuk bisa mengabadikan moment bersejarah ini. Perjalanan yang membutuh kan waktu sekitar 4 jam terasa sangat singkat dengan waktu kami yang ke asyikan berfoto. Sempat sesaat hujan dan itu pun kami memaksakan diri berkerumun bersama di penuduh yang berukuran sekitar 2x2 meter. Hujan yang hanya gerimis sesaat  memaksa kami melanjutkan aksi untuk foto foto selama perjalanan. Ketika sleeping genk memutuskan untuk makan siang, kami pun mulai berhenti dan makan bersama dengan nasi yang sudah di bungkus oleh keluarga minang tadi yang mana mereka juga membuka rumah makan padang. Jadi selera makan masih menyala nyala karena taste nya tentu nyaman di lidah kami.

Ketika sandaran  untuk merapat mulai terlihat dari kejauhan kami sudah berdiri di ujung kapal semuanya. Berdiri menyongsong pulau yang bahkan lebih dulu banyak dikunjungi oleh turis mancanegara. Saat ada pusaran air yang ditandai dengan bendera merah kami kembali duduk ketakutan bahkan sembari menyalahkan pinta yang berbadan seukuran komodo untuk duduk pada posisi yang tepat karena saking parnonya. Maklum lah, banyak dari kami yang tak bisa berenang dengan baik sehingga kapal oleng sedikit saja sudah berteriak menyebut nama pinta. Hha,,

Kapal akan segera merapat ke pelabuhan dengan melakukan beberapa putaran. Saat itu ayu yang penempatan maurole berniat menjadi orang pertama yang menginjakan kaki di pulau komodo. Da yang saat itu hanya diam melihat ayu turun ke bawah untuk segera menjejakan kaki nya. Tiba tiba kapal segera merapat ke pelabuhan dimana uda yang saat itu berada di tepi kapal dengan mudah melompat ke pelabuhan tanpa harus turun mengikuti jenjang nya dari lantai dasar kapal. Sehingga uda menjadi orang pertama yang berhasil melangkahkan kaki di pulau komodo sembari tersenyum kepada ayu yang masih menunggu kapal bisa merapat. Da yang tidak berencana sebelumnya menjadi tertawa terbahak kepadanya yang membuatnya semakin dongkol tak menentu.

Perlahan kami mulai melangkah memasuki gerbang komodo national park beriringan sembari tersenyum bahagia. Tak lupa kami foto bersama di depan gerbang masuk kemudian melanjutkan ke tempat pemesanan tiket. Saya lupa persis harganya tetapi ketika di total semuanya masing masing kami membayar  45 ribu termasuk menyewa ranger. Ranger adalah sebutan untuk pawang nya komodo, sayapun tak menanyakan kenapa disebut ranger yang jelas saat itu karena kami banyak sehingga membutuh kan  4 orang ranger. Pihak pengelola menawarkan 3 sesion perjalanan: short, medium dan long untuk menjelajah dan menemukan komodonya. Karena waktu yang terbatas kami memutuskan mengambil yang short nya. Dari segi biaya sich sama saja harga nya terhadap paket manapun yang kita ambil. Komodo sangat peka terhadap darah sehingga perempuan yang menstruasi di rombongan kami ada satu orang sehinngga harus tetap menjaga jarak aman dan didampingi oleh seorang ranger khusus.

Kami berjalan berombongan dan disarankan untuk tidak berpisah pisah apalagi sendirian dan terpisah dari kelompok. Karena kami hanya mengambil short paket sehingga tidak terlalu lama menjelajah alam dan kembali ke posko dengan jalur yang berbeda. Ketika jalan pulang kami bertemu dua ekor komodo yang lumayan besar di sebuah gubuk entah sedang tidur atau tidur tiduran. Anak anak mulai atusias bercampur takut melihat komodo makhluk yang hanya ada disatu satunya tempat di bumi ini. Saya sendiri merasa was was dan menjaga jarak dibandingkan beberapa teman teman yang berusaha mendekat dan mengambil gambar. Seorang ranger pun menawarkan untuk mengambil gambar secara dekat dan kami pun mengantri mengambil tempat untuk berpose bersama sang komodo. Kemudian setelah semua siap bahkan sempat merebut antrian ternyata hasil fotonya sangat mengecewakan dimana gambar kami di zoom oleh ranger sehingga menjadi blur tak menentu. Kami pun melanjutkan berfoto dengan posisi komodo sebagai latarnya ditambah perasaan tegang takut takut komodonya nanti mengejar kami.
Kami melanjutkan perjalanan setelah puas mengabadikan moment bahkan diperjalanan berikutnya kami jugaa melihat dua ekor lagi yang merayap di sepanjang perjalanan menuju tempat penjualan berbagai aksesoris komodo. Beberapa teman membeli gelang mutiara seharga 45 ribu, ada juga kaos komodo, patung komodo dari kayu dan berbagai pernak pernik lainnya. Dan saya entah kenapa tak tertarik untuk membelinya, menurut da tidak ada sesuatu yang istimewa dari komodo nya, apalagi ukiran nya yang terbuat dari kayu. Karena pulau ini masuk keajaiban dunia sehingga rasa ‘sesuatu’ nya kita berada disini yang membuat perjalanan ini terasa wah.

Pink Beach dari atas bukit
Awak kapal  menyuruh kami untuk bergegas untuk melanjutkan perjalanan menuju pink beach. Tak berjarak seberapa kami pun sudah sampai di pink beach  ketika matahari sudah mulai condong ke arah barat. Kapal yang kami tumpangi tidak bisa merapat ke area dangkal dan banyak terumbu karam sehingga kami menyewa sampan sampan kecil yang sudah merapat disekitar pantai. Ternyata bukan pasir nya yang bewarna merah muda melainkan terumbu karang nya yang sudah melebur bersama pasir nya sehingga membuat kesan pasirnya yang bewarna pink. Sore ini tak membuat da berminat berenang bersama yang lain nya yang menyelam melihat terumbu karang yang sangat mengagumkan. Da hanya berbaring menikmati senja yang akan menjelang di atas keindahan pasirnya yang bewarna. Sejurus kemudian da tergerak mendaki bukit karena ada sekolompok orang yang turun dari sabana yang menyegarkan mata. Da dan eci mulai naik ke atas dan mengambil berbagai spot untuk di potret, anak anak yang lagi mandi pun mulai mengikuti kami yang sudah setengah jalan mendaki bukitnya. Tak tahunya pemilik kapal segera menyuruh kami turun karena hari yang sudah senja sehingga kamipun kembali ke kapal melanjutkan perjalanan pulang. Walhasil pemandangan pantai pink dari atas bukit tidak bisa dinikmati sore itu.

Senja yang sangat sempurna mempesona menemani perjalanan pulang kami menuju Labuan bajo. Gelap mulai menangkap kami menghadiahkan bulan yang malam itu mulai menutup diri perlahan dan menjadi gerhana bulan total. Air laut terasa lebih ganas menggoyang kapal yang membawa kami kembali ke daratan. Rasa dingin sehabis mandi laut serta rasa lelah yang membuat kami mulai diam dan tiduran sambil memandang langit berbintang. Saat itu hanya kapal kami yang bergerak perlahan menuju pelabuhan yang terlihat sangat ramai di penuhi lampu lampu kapal yang merapat. Jam 10 an kami berhasil merapat dengan selamat kembali di pulau flores.

Minggu, 5 april 2015

Hari ini kami memutuskan untuk menginap di hotel disekitar pelabuhhan untuk menikmati wisata manggarai lainnya. Berhubung cuaca yang tak terlalu cerah membuat kami betah tinggal di kamar sehingga baru setelah zuhur kami berangkat dengan sebuah angkot menuju gua batu cermin. Setelah sampai di sana kami tidak bisa melihat pantulan staglaktit dan stalakmit nya karena matahari sedang tak bersahabat. Jika matahari bersinar terik, maka gua yang kami masuki akan dipenuhi oleh cahaya yang saling memantul di batu batu Kristal tersebut.

Bukit Cinta

Gua nya yang cukup sempit kadang membut kepala kita terantuk antuk oleh batu gua, untungnya kita sudah disediakan helm proyek. Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju bukit cinta.

Labuan Bajo

Butuh tenaga ekstra untuk mendaki bukit yang lumayan terjal ini. Tetapi setelah kita sampai di puncaknya kita segera disuguhi keindahan Labuan baju dan beberapa pulau yang dihubungi oleh laut yang selalu mempesona buat da pandangi sembari mengirimkan sinyal penenang ke dalam otak.

Malam mulai menghadirkan kota yang dipenuhi oleh bule bule yang sedang memilih makanan laut yang masih segar segar di sepanjang pelabuhan yang menjajakan berbagai macam pondok jajanan malam pinggir jalan. kami pun segera berburu wisata kuliner sea food yang menggugah selera. Da dengan mantap memesan udang bakar, yang lainnya memasan cumi serta ikan bakar yang cukup besar. Kita bisa memilih makanan laut tersebut yang kita inginan untuk dibakar oleh penjual. Sehingga cukup memakan waktu menunggu pesanan kita selasai diproses. Ketika kami akan berfoto bersama, seorang bule yang mau duduk di dekat meja kami menawarkan diri untuk memoto kami yang kemudian kami anggukan bersama. Ada juga bule yang sendirian, yang lagi hamil, bahkan ada yang terlihat nyinyir memilih dan menawar ikan ikan yang akan disantapnya. Malam ini kami merasakan kebahagian.

Senin, 6 april 2015


Bandara Komodo

Hotel yang sangat dekat dengan laut membuat mandi kami tidak sesegar biasanya. Setelah semua siap berkemas, kami menuju bandara komodo yang sebelumnya kami sempatkan untuk pamit di rumah makan Setia Baru tempat pertama kami mengadu di kota ini. Takut tertinggal pesawat kami segera menuju bandara dengan angkot. Menunggu cukup lama kami  pun mendengar pengumuman bahwa pesawat menuju kupang yang transit di ende di delay karena cuaca yang tak bersahabat. Pesawat yang akan kami tumpangi masih berada di udara denpasar menuju Labuan bajo. Kami yang jarang naik pesawat merasa exited mendengar kabar delay karena untuk pertama kalinya merasakan delay dalam perjalanan pesawat.

Komodo Airport











Delay dapat snackbox
Cuaca memang terlihat mendung dan bandara terlihat penuh oleh penumpang yang semakin banyak menunggu. Anak anak mulai tertidur satu persatu. Tiba tiba pinta yang berbadan besar yang tidur di bagian belakang ruang tunggu ngorok sampai suaranya terdengar cukup keras. Sontak kami yang berada disekitarnya tertawa riuh sehingga sesaat kami menjadi pusat perhatian teralih dari bule bule yang berpasangan yang sedang melakukan adengan adegan dramatis melewati delay pertama ini. Pesawat kami sudah mendarat di landasan bandara komodo dan kami pun satu persatu bergerak naik. Hujan turun cukup lebat dan kami disediakan payung satu persatu menuju pesawat lion tersebut. Ketika pesawat akan take off, kami saling memandang satu sama lain karena hujan menggucang pesawat cukup hebat. Imam, anak ortu angkat kami di ende mulai terlihat cemas karena pesawat terasa bergoncang menyambut hujan yang turun.
Mendarat dengan selamat setelah perjalanan yang cukup mengguncang hati, kami disambut oleh pak an di bandara ende. Tak taunya pak an sudah merental mobil untuk kami pulang dari Bandar menuju rumah yang tak memakan waktu 5 menit membuat perjalan kali ini benar benar terasa exlusif. Sampai dirumah kami hanya tertawa mencoba mencairkan suasana rumah yang terasa sedikit tegang. Dan melupakan pembahasan tentang perjalanan kali ini yang terdapat beberapa arah yang berbeda. Kali ini da masih bahagia.

Read More
    email this