24 Desember 2015

Published Desember 24, 2015 by with 0 comment

Perjalanan Panjang Menyusuri Kabupaten ENDE : Moni _ Wolojita _ Pora _ Nggella and back to Wolowaru

Tenun Pora


Pagi pagi da sudah disuruh siap siap oleh pak Agus untuk memasang LCD di ruang seba Guna SMP Katolik Moni. Sebelum rapat dimulai da diminta tolong membunuh ayam 12 ekor menggunakan parang yang tajam dan panjang. Lagi lagi mereka meminta da untuk menampung darahnya. Saking tajamnya parang yang da gunakan ada satu ekor ayam yang langsung putus oleh da leher ayam tersebut. Astagfirullah, tangan da gemetar untuk sesaat karena menjadi orang yang paling kejam sedunia.
bunuh ayam yang ga sengaja sampai putus lehernya

Da ditunjuk untuk mengoperasikan computer ketika rapat pendirian SMK N kelimutu bersama Kabid SMK Dinas PPO Kabupaten Ende. Cukup lama da menunggu di ruangan tersebut karena rapat baru dimulai sekitar jam 9 setelah para undangan mulai berdatangan. Bapak kabid menyuruh da memutarkan video rancangan gedung SMK yang akan dibangun nantinya. Video berdurasi 20 menit tersebut memvisualisasikan berbagai ruangan smk dari berbagai sisi. Jika ini benar benar terealisasi maka smk ini menjadi sekolah dengan gedung paling megah di kabupaten ende ini. 

Pertama tama bapak kabid diminta memberikan penngarahan terlebih dahulu karena beliau akan menghadiri acara selanjutnya selepas zuhur di tempat yang berbeda sehinggga beliau izin terlebih dahulu dan tidak bisa mengikuti rapat sampai selesai. Pihak sekolah meminta bapak kabid untuk makan sebelum pergi, ternyata beliau tidak makan daging ayam yang da bunuh tadi. Para guru jadi sibuk menghidangkan menu makanan lain yang dirasa halal berhubung beliau muslim. Rapat dilanjutkan kembali ketika pak kabid sudah meninggalkan moni dan para undangan juga sudah mencicipi ubi rebus yang dimakan bersama goreng ikan teri balado. Rapat yang berlangsung terasa bertele tele bagi da, bikin ngantuk dan da pun keluar ruangan berjalan jalan di keliliing sekolah.

Terlalu lama da diluar da pun kembali masuk takut takut pak agus memarahi da kaarena alasan tertentu. Hari sudah menunjukan pukul 3 sore dan para undangan sudah mulai gelisah karena lapar. Para ibu ibu mulai mengatur makanan di meja paling belakang. Da pun mencium babi babi bercampur kecap dan aroma aroma lainnya yang membuat da tak berselera makan. Rapat kembali dihentikan untuk makan bersama secara prasmanan. Da pun keluar ruangan karena ingin muntah mencium aroma yang tidak biasanya ini. Da merasa ragu untuk makan bersama karena panitia tidak mengarahkan kepada da menu yang halal. Entah dimana ayam ayam yang da bunuh tadi, apakah mereka campur bersama daging babi tersebut. Biarlah rasa lapar ini da tahan untuk sesaat daripada harus memakan sajian yang membuat da ragu.

Rapat berlangsung lagi setelah makan yang membuat da semakin dongkol. Pembawa acara nya sangat tak kompeten karena ketika menutup acara beliau masih meminta partanyaan kepada undangan. Maka bertambah banyak pula orang yang menunjuk tangan dan bertanya. Bapak camat moni yang sudah berdiri sejak tadi segera memotong pembicaraan dan menegaskan untuk segera pulang. Da pun bernafas lega karena pak camat moni segera mengambil sikap sehinngga rapat ini tidak semakin bertele tele membahas hal hal yang da rasa tak penting.  Da segera membereskan computer dan kabel di dalam ruangan dan pulang kerumah pak agus bersama pak ito. Sementara pak agus masih sibuk berbincang dengan beberapa orang di halaman sekolah.
Sesampainya di rumah pak agus da langsung meminta izin kepada pak ito untuk mengunjungi teman da di wolojita. Da kembali berjalan kaki menuju jalan utama dan bergerak ke arah bawah. Da melihat orang muslim jawa yang berjualan bakso dan memutuskan mengisi perut da yang sudah sangat kelaparan. Bang dika menunggu da di wolowaru agar bisa berangkat bersama menuju wolojita. Di KM 17 mobil sedang antrian karena jalan yang sedang diperbaiki sehingga ketika jalan tersebut dibuka setengah enam, bisa jaadi mobil yang membawa da ke wolowaru akan lewat di moni sekitar jam setengah 7 malam. Akhirnya bang dika dengan sedikit terpaksa menjemput da ke moni dan dari moni bergerak bersama menuju wolojita. Menempuh perjalanan sekitar satu jam kami sampai di tempat firman dan segera menunaikan sholat maghrib. Dengan tekad yang membaja bang dika mengajak da untuuk menginap di pora saja walaupun hari sudah malam. Kami asyik bercerita untuk membunuh kebisuan sepanjang jalan yang melewati hutan belantara. 

Kami menempuh perjalanan sekitar setengan jam untuk sampai di pora penempatan dhani yang mengajaar bahasa inggris di smp pancasila pora. Firman tidak bisa ikut malam ini karena dia ingin menyelesaikan beberapa pekerjaannya dan akan menyusul esok pagi saja. Dhani sedang ada pekerjaan di rumah orang minang satu satunya di pora asal batusangkar. Tujuan kami menyegerakan kesini daripada berdiam di tempat firman karena perut yang kelaparan. Di tempat firman kami disuruh memasak dulu agar bisa menyuap nasi sedangkan disini kami dihidangkan  yang pastinya tinggal disantap. Terlebih lagi menu malam ini benar benar ala minang banget yaitu rendang dan ayam balado. 



Da pertama kalinya mengunjungi pora dan bertemu orang minang di pelosok negeri ini. Ternyata beliau mempunyai suku yang sama dengan da sehingga menyuruh da untuk memanggil ‘mamak’ kepada bapak tersebut. Beliau banyak bercerita tentang perjalanan hidupnya yang sudah lebih 30 tahun merantau meningggalkan minangkabau. Belum seberapa dengan kami yang masih 9 bulan sudah sangat merindukan kampung halaman. Setelah menyelesaikaan pekerjaan nya kami pulang bertiga dengan motor menuju rumah tempat tinggal dhani sekitar jam 11 malam yang berjarak 3-5 menit. Kami pun segera meringkuk menyatu dengan malam.



mesjid pora
Da terbangun ketika azan subuh berkumandang sangat dekat menggema di telinga. Tempat tinggal dhani bersebelahan dengan sebuah mushalla sehingga da memutuskan untuk ikut sholat berjaman di mushalla. Berhubung muslim pora sangat minim sehingga sholat subuh berjamaah pertama da di negeri ende hanya dengan dua orang makmum. Setelah sholat subuh da pun sempat berbincang dengan imam subuh pagi ini.
goro mesjid menyambut ramadhan
Beliau bercerita tentang bagaimana rasanya sedikit diberi kebebasan untuk menjalankan perintah agama. Sekolah yang ada semuanya beraliran khatolik sehingga siswa muslim kadang tidak diberi kesempatan untuk sholat zuhur berjamaah setelah diminta oleh pak ustaz yang ternyata istrinya adalah seorang mualaf. Beliau meminta da untuk singgah lebih sering untuk mengajar mengaji bersama dhani di mushalla ini.
perjalanan menuju nggela disuguhi pemandangan laut yangg memukau
Firman dan rian datang pagi ini dan ikut bersamaa untuk goro mushalla satu satunya di pora. Kami pun mulai bekerja bersama “mengayak” pasir untuk mencor jalan menuju mushalla. Bulan puasa akan datang tak lama lagi sehingga warga muslim pora bergotong royong membersihkan mushalla. Da merasa bahagia bisa menjadi bagian muslim dan berjuang bersama dalam jalan islam. Berbeda dengan ratenggoji, da menjadi muslim satu satunya sehingga tidak ada tempat bagi da untuk malakukan hal hal seperti ini. Para ibu ibu sudah membawa makanaan siang kami yang artinya kami segera menghentikan pekerjaan dan santap siang. 
bersama dhani penempatan pora

rumah adat tradisional Nggela
Sorenya kami mengunjungi perkampungan rumah adat Nggela yang terletak setelah pora dan berada di tepi laut. Kami hanya pergi berempat sedangkan firman ada urusan ke kota menperpanjang masa aktif kartu im3 nya. Perkampungannya sangat unik dimana rumah rumah beratap daun rumbia bersusun rapi membentuk persegi panjang kurang lebih. Ditengah tengah nya berdiri berbagai jenis makam para leluhur mereka, bahkan ada satu buah makam yang dibuat menyerupai sebuah kapal. Kami menyempatan untuk berfoto dan berkeliling melihat lihat tenun khas warga nggela. Harganya yang rata rata di atas jutaan membuat kami keder menawar lebih lanjut. Harga yang ditawarkan kepada para bule bisa 6 jutaan, karena kami masih warga Indonesia mereka mau kasih separo harga. Tetapi separuh harga nya masih jauh dari jangkauan kami.
salah satu dusun nggela
Kami pun melanjutkan perjalanan menuju pantai yang konon bagus kata beberapa teman sm3t lainnya. Para warga memperingati kami akan jalan yang ditempuh jauh dan terjal. Kami ngotot melanjutkan perjalanan bersama seorang penduduk yang kebetulan mau pergi ke ladangnya. Jalan yang kami lalui terjal dan menurun sehingga harus ekstra hati hati. Ditengah jalan kami harus berpisah dengan pemandu jalan dan melanjutkan perjalanan kami menggunakan insting bunyi debur ombak. Setelah berjalan kesana kemari melalui sawah dan semak semak kami harus menelan sedikit kekecewaan karena yang kami temui hanya laut dengan pantai berbatu besar besar. Tidak ada yang istimewa, masih kalah jauh dengan pantai koka yang ada di paga. Tetapi yang namanya laut, tetap memberi mistis tersendiri yang membuat kita terhipnotis ketika memandangnya jauh ketengah. Tetap memberikan ketenangan setelah perjalanan panjang yang melelahkan ini.

Pantai Nggela








    email this

0 komentar:

Posting Komentar